Webinar Nasional Vox Point Indonesia yang bertajuk Marak PHK Massal, Kita Bisa Apa? Selasa (13/10)
Matakatolik.com-Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Melkiades
Laka Lena menegaskan UU Ciptaker membuat iklim investasi kondusif dan
menciptakan banyak lapangan pekerjaan.
Menurutnya, diterbitkanya UU Cipta Lapangan Kerja
(Ciptaker) atau Omnibus Law dalam rapat Paripurna DPR RI pada 5 Oktober 2020
lalu dapat menekan angka pengangguran di Tanah Air termasuk saat pandemi corona
(Covid-19).
“Sebelum Covid-19 saja, angkatan kerja sangat tinggi,
apalagi saat ini. UU Ciptaker dapat mengatasi persoalan ini (pengangguran)
karena menciptakan iklim investasi yang baik dan membuka banyak lapangan
kerja,” kata Melk idalam Webinar
Nasional Vox Point Indonesia yang bertajuk Marak PHK Massal, Kita Bisa Apa? Selasa
(13/10).
Melki menyebut persoalan angkatan ketenagakerjaan Indonesia
begitu tinggi akibat aturan yang tumpang tindih dan birokrasi yang rumit. Hal
itu, kata dia, membuat Presiden Indonesia Joko Widodo menyederhanakan aturan
tersebut melalui UU Ciptaker.
“Presiden berkali-kali mengatakan kita butuh penyederhanaan
perizinan agar dunia usaha kita lebih kondusif. Kita butuh memangkas birokrasi
dan peraturan kita yang tumpang tindih sejumlah 43.000 aturan,” bebernya.
Politisi Golkar tersebut mengakui Jokowi berkomitmen pada
periode ke-2 (saat ini) untuk mempermudah dunia kerja di Indonesia dengan
menyederhanakan peraturan, mempermudah perizinan dan memangkas birokrasi.
Ia menambahkan puncaknya saat pelantikan Jokowi periode ke-2
pada 20 oktober 2019. Jokowi dalam
materi pidatonya menyebut akan mendorong UU Ciptaker di Indonesia. “Ini untuk
menyingkronkan aturan kita yang tumpang tindih antara kementrian satu dengan
kementrian yang lain, lembaga yang satu dengan lembaga lainnya hingga
pemerintah pusat dan daerah.”
Melki menjelaskan pemerintah Indonesia belajar dari kasus
relokasi 23 perusahaan China ke Vietnam. Perusahaan dari negeri Tirai Bambu
tersebut memindahkan puluhan perusahaan ke Vietnam karena dianggap iklim
investasi di sana lebih kondusif dibandingkan dengan negara lain.
“Itu bukan karena sistem politik tapi karena di Vietnam
lebih kondusif. Penggerak ekonomi akan membantu untuk membuka lapangan
pekerjaan,” tuturnya.
Soal UU Ciptaker yang saat ini menuai polemik di masyarakat,
Melki berharap agar tetap bersikap kritis terhadap UU tersebut. Meskipun
demikian ia meminta agar semua pihak baik di posisi pro maupun kontra agar
tidak membiarkan pihak yang berusaha menumpang UU Ciptaker ini.
“Isi dari UU Ciptaker bisa diperdebatkan, klaster demi
klaster, ayat demi ayat, tentu ada satu dua hal yang perlu penyempurnaan dan
untuk diperbaki. Tapi kita juga jangan membiarkan orang yang memiliki
kepentingan dan agenda politik jangka pendeknya untuk mengganggu pemerintahan
Jokowi,” pinta Melki.
Lebih lanjut Melki menjelaskan tidak ada yang sempurna di
dalam proses politik sehingga semua pihak bisa menyempurnahkan keputusan
tersebut. Menurut Melki tidak ada UU yang kekal dan abadi bahkan UUD 1945. Oleh
karena itu ada banyak cara untuk menyempurnakan UU Ciptaker yang masih menuai
pro dan kontra tersebut.
“Melalui judicial riview, atau melalui berbagai fraksi di
DPR RI, apa-apa yang masih kurang itu bisa kemudian diperbaiki melalui UU yang
menjadi induk dari setiap aturan ini. UU Ciptaker bisa diperbaiki, apabila juga
masih ada yang kurang,” kata dia.
Pengamat Ekonomi INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara
sebaliknya mengungkapkan UU Ciptaker bukanlah solusi yang tepat terutama saat
berhadapan dengan situasi faktual saat ini (Covid-19). Menurutnya yang harus
dilihat adalah jangka pendek dan jangka panjang UU Ciptaker dikaitkan dengan
situasi hari ini.
“Bagaimana mungkin kita membuka lapangan pekerjaan walaupun
ada regulasi yang sangat bagus sekalipun, belum tentu bisa mendorong untuk
menciptakan lapangan pekerjaan, karena yang dihadapi secara faktual hari ini
adalah covid 19,” bebernya.
Menurutnya kondisi ini menjadi pertimbangan penting bagi
pelaku usaha, para investor bahkan UMKM, untuk menambah ekspansi usahanya.
Indonesia, kata dia, masih kalah jauh soal perbandingan penanganan covid 19
dengan negara Asia lainnya.
Ia menyebut penanganan Covid-19 memiliki kaitan dengan
relokasi industri pasca perang dagang atau saat perang dagang terjadi.
Mayoritas perusahaan asal China lebih memilih Vietnam untuk melakukan
relokasi daripada Indonesia.
“Kenapa? Selain karena kepastian regulasi yang lebih baik di
Vietnam, tapi yang lebih menarik lagi bagaimana respon terhadap penanganan
pandemi Covid-19. Ini makin ke sini makin banyak perusahaan yang makin
mengincar Vietnam bukan Indonesia,” kata dia.
Ia menambahkan pemulihan ekonomi juga memiliki kaitan dengan
penanganan Covid-19. Dari angka petumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal ke-II
berada di angka -5,3 persen YoY, sementara China sudah positif di kuartal ke-II
dengan angka 3,2 persen YoY, sedangkan Vietnam di kurtal yang sama sudah
positif yakni 0,3 persen YoY.
“Jadi ada negara yang saat ini pemulihan ekonominya lebih
cepat sehingga bisa ke luar dari resesi ekonomi. China itu -6,81 persen pada
waktu kuartal I tahun 2020 dan kuartal ke II sudah positif. Sebaliknya
Indonesia di kuartal ke II dan III negatif,” tuturnya.
“Artinya tetap ada korelasi yang paling utama antara
seberapa cepat penangan pandeminya, dan itu berpengaruh kepada pemulihan
ekonomi. Maka pertumbuhan kita bisa tinggi lagi, bisa kembali lagi stabil dan
akan menciptakan lapangan pekerjaan,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyoroti soal
fundamental masalah ekonomi Indonesia. Ia menyebut ekonomi Indonesia high cost
terutama karena faktor korupsi yang merajalela di Indonesia. Vietnam kata dia
dipilih oleh investor karena angka korupsinya kecil bila dibandingkan dengan
Indonesia.
“Kenapa Vietnam lebih menarik karena kalau kita menyuap
birokrat yang paling atas maka birokrat yang paling bawah atau unit terkecil
sudah satu paket. Sementara Indonesia terlalu banyak tangan atau mulut untuk di
suap. Bahkan sampai di desa hingga kecamatan. Korupsi kita terdesentralisasi
sementara Vietnam korupsinya juga cukup tinggi tapi korupsinya tersentralisasi,
itu yang membuat investor lebih memilih Vietnam. Itu masalah kepastian hukum,”
tutupnya.
Diketahui Webinar Nasional tersebut dibuka langsung oleh
Ketua Umum Vox Point Indonesia Yohanes Handoyo Budhisedjati. Narasumber lain
dalam diskusi tersebut adalah Direktur
Hukum Vox Point Indonesia B. Woeryono dan Ketua Umum OK OCE Indonesia
Iim Rusyamsi.
Matakatolik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar