Headline News

Jack Bouk, Pengusaha Sewangi Jaheku

 


Jack Bouk (kanan) bersama Fritz Fios saat meninjau lahan pertanian sereh wangi di Subang, Jawa Barat.

Matakatolik.com-Yacobus (Jack) Bouk adalah Komisaris dan Dirut PT NTT Sewangi Jaheku dan PT Krismore Jaya Mandiri. Perusahan yang membawahi pertanian sereh wangi, jahe dan kunyit di Nusa Tenggara Timur (NTT). Jack Bouk biasa dia dipanggil, adalah orang pertama atau penggagas lahirnya usaha Sewangi Jaheku (Sere Wangi, Jahe dan Kunyit).

 

Jack menuturkan alasan ia memilih melakukan usaha ini. Putra kelahiran Malaka, Nusa Tenggara Timur itu menjelaskan agar membantu ekonomi masyarakat di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Niat itu, sudah dilakukan Jack sejak 2019 lalu dengan melakukan aktivitas pertanian sereh wangi, jahe dan kunyit. Ia melakukan percobaan dengan menanam serah di Subang, Jawa Barat.

 

Ia mendedikasikan dirinya untuk membantu masyarakat, yang secara ekonomi masih rendah. Dengan sumber daya yang dimiliknya, ia bersama beberapa rekan asal Timor, NTT, melakukan aktivitas pertanian ini. Apalagi di tengah buntuhnya ekonomi karena pandemi Covid-19.

 

Jack yang dikenal sebagai sosok penderma ini menginginkan agar pertanian sereh wangi, jahe dan kunyit di Nusa Tenggara Timur (NTT) berjalan lancar dan sukses. Karena, menurut dia, tanaman ini sangat bagus dan cocok sesuai tanah di NTT. “Sangat cocok sesuai bentuk tanah di NTT,” ungkapnya.

 

Dalam kiprahnya di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara, Jack sudah sejak lama telah membantu masyarakat NTT. Baik masyarakat diaspora, maupun yang berada di NTT. Ia merasa prihatin dengan masyarakat NTT yang harus hijrah ke luar daerah bahkan ke luar negeri untuk mencari pekerjaan.

 

Padahal, kata Jack, Nusa Tenggara Timur adalah provinsi yang mempunyai sumber daya alam yang kaya. “Apa yang kurang di NTT. Sumber daya alamnya banyak sekali. Hanya saja masyarakat kurang rajin dan kurang kreatif untuk melakukan sesuatu yang bisa menghasilkan uang,” katanya.


 


Perkebunan Sereh Wangi


Ia menduga, ketertinggalan NTT dengan provinsi lain juga dipengaruhi SDM yang tidak diberdayakan agar kreatif untuk menghasilkan sesuatu, bahkan menjadi pengusaha. Padahal, angka pengangguran di NTT cukup banyak. “Kenapa tidak mau berusaha. Usaha itu bisa dilakukan dengan berbagai cara. Ada banyak sumber daya. Kenapa tidak mulai?,” tanya Jack.

 

Jack, tidak sepakat jika NTT masih disebut dengan Nanti Tuhan Tolong atau Nasib Tidak Tentu. Ia menilai persepsi seperti itu mesti menjadi motiviasi agar masyarakat dapat memilih jalan lain untuk berubah. Sehingga dirinya menamakan NTT dengan tagline yang beda yakni “Nelayan, Tani dan Ternak”.

 

Tiga profesi ini sangat tepat dan cocok, mengingat daerah NTT sangat luas dan kaya. Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai salah satu provinsi kepulauan di Indonesia, memiliki luas laut 200.000 km2 di luar Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI). Dengan hamparan lautan yang luasnya empat kali luas daratan ini, menjadikan laut NTT kaya akan potensi sumberdaya laut.

 

Kemudian ia mengatakan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) juga memiliki potensi yang sangat mumpuni untuk pengembangan ternak seperti ayam, sapi, babi dan kambing. Ini untuk memenuhi kebutuhan daging dan telur di wilayah provinsi berbasis kepulauan ini.

 

Namun, tampaknya tidak ada keberanian dari masyarakat untuk melakukan usaha di bidang peternakan, padahal daerah ini masih sangat potensial untuk pengembangan usaha di sektor tersebut.

 

Demikian pula dengan daratan yang sangat luas. Beberapa daerah di NTT seperti di Flores memiliki cakupan tanah yang subur. Mudah dikerjakan untuk tanaman produktif yang bisa menghasilkan tanaman yang berguna untuk dipasarkan, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri.

 

“Saya sebagai orang NTT merasa daerah saya terbelakang. Ada yang menyebut nanti Tuhan tolong, nasib tak tentu. Saya  akhirnya ingin membawa ke luar dari julukan yang negatif seperti ini,” ungkapanya.

 

Ia mengakui cap negatif terhadap NTT membuat ia memikirkan peluang yang tepat untuk wilayah tersebut. Setelah melakukan studi bersama teman-temannya untuk mencari komoditi yang cocok bagi daerah yang curah hujannya rendah. Mereka memilih sere, kunyit dan jahe sebagai bahan percobaan.

 

“Kita mencoba mempraktekan di sebuah perkebunan di Subang yakni perkebunan serewangi seluas 40 hektar. Kita melakukan studi dari penanaman sampai produksi perminyakan. Setelahnya kita memutuskan untuk mengembangkannya di daerah NTT, Karena 3 komoditi ini cocok dengan tanah yang kering,” jelasnya.

 

Ketiga komoditi ini adalah komoditi unggulan di wilayah NTT. Selain itu pembudidayaanya juga tidak sulit terutama bagi yang baru memulai. Pergantian bibitnya juga terjadi 15 tahun sekali sehingga tergolong gampang.

 

“Setelah sekali ditanam, 15 tahun lagi baru diganti dengan bibit yang baru. Komoditi ini juga dipanen tiap tiga bulan sekali selama kurun waktu 15 tahun. Saya yakin tiga komoditi ini membantu ekonomi masyarakat dan umat gereja di NTT. Tinggal bagaimana untuk mengatur secara permanen untuk memberi bibit dan mendorong mereka meningkatkan pendapatnya,” imbuhnya.

 

Alasan Kembali Ke NTT

 

Jack mengatakan alasan kembali ke NTT dan pemilihan komoditi yang cocok untuk daerah NTT berawal sejak 20 tahun yang lalu. Hal itu, karena ia mengetahui banyak warga NTT yang hijrah ke luar daerah.

 

“Tapi sungguh miris saudara saudari kita tidak dibekali dengan keterampilan yang memadai,” kata dia.

 


Petani Serewangi 


Akibat tidak ada keterampilan, banyak yang harus dipulangkan. Yang lebih memprihatinkan ada yang meninggal, karena berbagai alasan. “Bahkan dalam kondisi sudah meninggal dunia. Sangat  menyedihkan pulang dalam kondisi di dalam peti jenazah,” ungkap Jack.

 

Kemudian, hal lain yang juga menjadi perhatian Jack terkait Biarawan dan Biarawati yang hidupnya bekerja melayani Tuhan. Ia prihatin dengan beberapa peristiwa di mana ada biarawan dan biarawati harus pulang ke keluraga untuk di rawat, karena kekurangan fasilitas di biara. “Di sini peranan kita orang awam ada di mana?” Tanya Jack.

 


Tempat Pengolahan Serewangi 


Untuk itu, ia dan rekannya merasa terpanggil kembali ke NTT untuk membantu sesama warga dan tentu saja untuk kemajuan Nusa Tenggara Timur.

 

“Kami memberanikan diri mengembangkan budi daya komoditi sereh wangi, jahe dan kunyit serta banyak komoditi asli NTT yang nilai ekonomisnya sangat tinggi. Kami percaya dengan pertolongan Tuhan Yesus dan didukung oleh saudara saudari kita dan pemerintah NTT. Percayalah, kita pasti bisa berhasil,” ujar Jack berharap.

 

Ia optimis dengan pengembangan komoditi sereh wangi, jahe dan kunyit selama lima tahun bisa menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. “Jadi, teman-teman yang  merantau di luar negeri atau di luar  NTT mari kita balik membangun NTT,” ungkapnya.

 

Aktivitas Lain

 

Selain sebagai pengusaha sereh wangi, kunyit dan jahe,  Jack juga sebagai Komisaris dan Dirut PT Krisjaya Anugerah Sejahtera dan PT Krisjaya Anugerah Sentosa yang bergerak di bidang meubel (Kursi cinema, kursi auditorium, kursi stadion serta meja kursi untuk kampus dan sekolah). Dia juga membangun proyek bioskop di seluruh Indonesia.

 

Tidak saja pengusaha, Jack Bouk juga aktif di organisasi agama dan sosial politik. Saat ini ia adalah Bendahara Umum Vox Point Indonesia sejak Periode 2016-2019 dan 2019-2023. Kemudian Bendahara Umum di Perkumpulan Flobamor Jakarta. Jack juga aktif di pelayanan Doa di Kelompok Doa St. Thomas di Jakarta.

 

Selain sebagai pengusaha dan aktivis organisasi, Jack juga terlibat dalam aksi kemanusiaan dan sosial di Seluruh Indonesia, terutama di Papua, NTT dan Bali. Juga sering mmebantu warga diaspora NTT, NTB, Bali dan Papua di Jabodetabek. Jack juga dikenal sebagai Motivator dan pelaku UMKM yang sering mendorong orang muda untuk berbisnis.


Matakatolik

1 komentar:

  1. Seandainya ada kesempatan, rasanya saya hanya dengan membaca profile singkat ini, sudah termotivasi.

    BalasHapus

Copyright © 2018 MATA KATOLIK Designed by Templateism.com and Supported by PANDE

Diberdayakan oleh Blogger.
Published by Sahabat KRISTIANI