Headline News

Corona, Menggugah Nurani Publik


Ervanus Ridwan Tou

Matakatolik.com-Pandemi Covid-19 atau virus corona  menjadi musuh bersama seluruh umat manusia di bumi ini. Karena sejak pertama kali munculnya di Wuhan virus mematikan ini telah menyebar merenggut nyawa manusia di seluruh dunia.

Secara global di seluruh dunia tercatat 1.600.984 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak 95.604 dan yang telah sembuh 355.671, menurut data Worldometer, Jumat 10 April 2020.

Sementara di Indonesia terus mengalami penambahan. Terjadi penambahan 219 kasus positif, sehingga total menjadi 3.512 kasus. Dan yang sudah sembuh sebanyak 282 orang.

Data ini mencemaskan mengingat semakin bertambahnya korban yang positif. Besar kemungkinan jumlah ini akan terus bertambah jika kita tidak mengikuti arahan pemerintah.

Menurut pemerintah cara terbaik saat ini untuk memutuskan mata rantai virus ini adalah dengan menjaga jarak, tidak keluar rumah dan tetap jaga kebersihan. Inisiatif tetap menjaga kesehatan.

Entah bagaimana asal muasal atau siapa yang menciptakan virus corona ini, namun yang pasti membuat manusia menjadi marah, takut, cemas, prihatin, sedih dan sakit. Juga masih banyak ungkapan kesal lain yang mesti dialamatkan kepadanya.

Tantangan Bersama

Sejak pertama kali munculnya virus ini di Wuhan, China sontak semua orang mulai cemas. Semua negara yang tadinya menganggap remeh akhirnya mengikat kencang ikat pinggang untuk bersatu melawannya.

Isu-isu penting di setiap negara bahkan isu global dihantam secara paksa oleh corona. Isu kelaparan dan kemiskinan di belahan bumi ini tidak muncul di publik.

Corona hadir bekerja dengan cepat mengalahkan akal sehat. Datang seperti energi atom yang meluluhlantahkkan seisi bumi.

Dampakanya sangat dirasakan. Umat sejagat membicarakan kejamnya menyerang manusia tanpa membedakan-bedakan. Menceritakan ganasnya virus corono yang menyerang tubuh manusia. Virus ini menyerang secara membabibuta. Tanpa melihat latar belakang partai politik, tanpa melihat status sosial atau kaya dan miskin.

Salah satu yang paling dirasakan akibat pandemi ini yakni kita tak bisa berjumpa secara langsung dengan orang-orang dekat, baik keluarga, sahabat maupun rekan dari berbagai latar belakang.

Perjumpaan dibatasi. Aktivitas di luar rumah mulai diatur oleh otoritas negara. Singkatnya aktivitas perjumpaan manusia diatur dan tak sebebas sebelumnya. Agar penyebaran virus corona bisa dikurangi. Karena hanya dengan mengurangi aktivitas di luar rumah, mata rantai virus corona bisa ditaklukkan.

Orang-orang yang senang bergaul atau hidup bersosial tentu sangat merasakan dampaknya. Karena tak lagi bisa merasakan bagaimana asyiknya jika bertemu. Seperti dunia mau runtuh.

Kita dibuat tak berkutik. Tadinya sesuka kita. Hidup seenaknya. Bisa begadang sampai pagi. Berjumpa di cafe, bertemu di mall, makan di restoran mewah dan bersenang-senang di pub dan tempat hiburan lainnya. 

Sisi Lain

Namun, pada titik ini, kita bisa memperoleh dampak lainnya. Yakni kita punya waktu yang maksimal untuk hidup berkeluarga secara nyata dan sungguh-sungguh.

Kita yang tadinya hanya bisa bertemu istri saat tidur malam, sekarang bisa makan bersama anak-anak. Demikian juga sebaliknya. Kita punya waktu yang lebih untuk berdiskusi atau sekedar ngobrol santai dengan suami atau anak-anak.

Dengan sendirinya tanpa tekanan dari mana pun orang tua peduli terhadap anaknya. Misalkan, soal kebersihan dan kesehatan anak-anak. Dan orang tua akhirnya menjadi guru yang baik untuk anaknya. Anak-anak juga punya kesempatan membuktikan kecintaan dan kasih sayang kepada orang tuanya.

Tadinya kita lebih peduli pada diri sendiri. Lebih mementingkan pekerjaan dan urusan lainnya ketimbang keluarga dan orang dekat. Bahkan kita lebih peduli dengan gadget atau handphone dibanding keluarga.

Demikian juga ketika kita berada di ruang publik. Kita lebih mementingkan handphone. Dan hampir sebagian konsentrasi kita ada di handphone. Kita tak peduli siapa orang di depan dan samping kita. Kita tak peduli siapa yang kita jumpai.

Kita bahkan menjadi tuli, tak mendengar sapaan anak-anak pemulung yang meminta seribu perak. Kita sama sekali tak ada niat sekadar memberi senyum atau menyapa orang yang ada di samping kita.

Kita mendadak menjadi pribadi bisu, yang tak lagi mengenal budaya nusantara. Tak ada sapaan selamat pagi, selamat siang. Maaf. Permisi.

Dunia kita seakan dikendalikan oleh handphone. Padahal, sebenarnya handphone itu kita yang kendalikan. Remote control nya ada di kita. Dia baru bisa berfungsi jika nurani kita lebih diutamakan. Nurani yang mengendalikan handphone. Bukan sebaliknya.

Hampir semua dari kita melakukan hal yang sama. Jika sesama kita saja diperlakukan seperti ini, lantas siapa yang peduli dengan kaum papa. Fakir miskin. Yang tidur di bawa jembatan, para pemulung yang mengais rezeki dari bekas makanan dan minuman kita. Siapa yang peduli mereka?

Corona membuat nuarni kita lebih hidup. Membuat kita untuk peduli terhadap sesama umat manusia, tanpa lihat latar belakang.

Corona juga mebuat keluarga lebih bernilai. Lebih membumi dan berenergi. Karena dampaknya mendorong nurani kita untuk saling peduli, saling mencintai satu sama lain. Dan yang penting menyebarkan cinta kasih kepada orang-orang dekat.

Corona membuat kita peduli dengan pemulung. Dengan saudara dan saudari kita yang tidur di bawa jembatan. Yang tak punya tempat tinggal. Kita akhirnya tergerak. Nurani kita bergegas memberi mereka makanan dan minuman. Tanpa mereka minta pun kita berlari untuk memberinya.

Kita baru sadar pesan Yesus dalam Injil Matius, 25:40 "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku".

Wabah virus corona juga membuat kita untuk hidup secara teratur. Hidup sehat. Menjaga kebersihan di tempat umum. Kita yang biasa batuk dan bersin sesuka hati kini lebih berhati-hati. Yang biasa buang ingus dan dahak sembarangan kini lebih tahu diri. Yang dulunya membuang sampah tidak pada tempatnya kini mulai sadar untuk menempatkan pada tempatnya.

Selain dampak negatif, corona juga punya dampak lain yakni kita bisa hidup secara sehat. Lebih peduli terhadap sesama dan kita bisa mensyukuri anuegarah Tuhan dalam kehidupan kita.

Kita tentu berharap wabah ini cepat berlalu. Agar kita kembali bekerja seperti biasa. Aktivitas ekonomi dan bidang lainnya kembali normal. Sehingga kita kembali menjumpai orang-orang, para keluarga dan sahabat.

Namun, jika semua sudah normal, mampukah kita menjadi pribadi yang mengutamakan hati nurani? Bisakah wabah virus corona ini menjadi catatan penting dalam perjalanan hidup kita?

Inilah yang menjadi refleksi penting dari wabah ini. Kita harus berkomitmen untuk peduli dan mengutamakan kepentingan bersama. Bukan kepentingan pribadi dan golongan tertentu.

Ini hanya bisa dilakukan jika kita benar-benar merefleksi peristiwa ini sebagai momentum tepat untuk mengevaluasi diri. Hanya nurani hakiki yang bisa melakukan itu. Semoga peristiwa ini menggugah nurani kita agar lebih jernih dan demokratis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Ervanus Ridwan Tou
Sekjen Vox Point Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2018 MATA KATOLIK Designed by Templateism.com and Supported by PANDE

Diberdayakan oleh Blogger.
Published by Sahabat KRISTIANI