Headline News

Legius Paliling: Rekpol Vox Point Indonesia Membakar Semangat Saya


Legius Paliling

Matakatolik.com-Politik merupakan hal yang tabuh bagi banyak orang. Di dalam komunitas Gereja Katolik sendiri, tidak sedikit umat memandang politik itu kotor. Mereka menilai politik itu hanya upaya mengejar kekuasaan atau jabatan, keuntungan diri dan kolega sehingga perlu ditinggalkan sejauh mungkin.

Salah satu Anggota Vox Populi Institut Indonesia (Vox Point Indonesia) Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Kabupaten Tana Toraja,  Legius Paliling, juga merasakan hal yang sama. Ia pernah masuk dalam kategori kelompok yang sangat menjaga jarak terhadap politik. Kesibukannya di bidang riset teknologi untuk selalu menghindar dari urusan politik.

Setamat Sekolah Menengah Atas, SMA Katolik Makale, Kabupaten Tana Toraja pada tahun 1979 ia melanjutkan studinya di Universitas Hasanuddin, Makassar, dan mengambil jurusan Teknik mesin sesuai cita-citanya sejak kecil.

“Saya sudah terbiasa dengan urusan-urusan teknik, pekerjaan sederhana untuk memudahkan yang lain, melakukan pekerjaan yang dapat membantu atau memudahkan orang lain, sehingga hobby saya biasanya memperbaiki alat-alat yang rusak di rumah,” kata dia saat ditemui oleh Matakatolik.com di kawasan Pasar Baru Selatan, Jakarta Pusat.

Ia mengakui tidak pernah terlintas dibenaknya untuk menjadi seorang politikus. Ia asyik di dunianya sendiri untuk menjadi peneliti teknologi pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak ia selesai menyelesaikan studinya dari Fakultas Teknik Mesin, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Karena naluri tekniknya itu, maka pada tahun 1992 oleh BPPT salah satu yang terpilih untuk melanjutkan program studinya ke Jepang dengan beasiswa dari Negara Republik Indonesia, untuk mengambil S-2 di Universitas Oita (Oita Dagakku), di Kota Oita, Jepang.

Dalam rangka program tersebut terlebih dahulu Legius Paliling harus menjalani Kursus Bahasa Jepang di Universitas Takushoku, Tokyo selama 6 bulan, selanjutnya melakukan riset teknologi (kenkyusei) satu tahun di Universitas Hiroshima, sebelum masuk ke Program S-2 di Universitas Oita untuk mencapai Master of Engineering (M.Eng,).

“Politik tidak pernah terlintas di pikiran saya. Saya hanya sibuk pada rutinitas saya melakukan kajian-kajian, penerapan dan applikasi teknologi untuk kebutuhan masyarakat melalui program teknologi unggulan dari pemerintah maupun pengetahuan teknologi tepat guna untuk masyarakat. Tetapi belakangan ini berbeda, saya seperti terpanggil ke dunia politik,” jelasnya sembari melemparkan senyum.

Rekpol Vox Point Indonesia

Legius sudah begitu lama menjadi aktivis di Paroki Santa Bernadet Cileduq, Keuskupan Agung Jakarta, dimulai dari Ketua Lingkungan, Ketua Wilayah dan terakhir dipercaya sebagai Sekretaris Dewan Paroki dua periode pertama 2009-2012 dan periode kedua 2012-2015.

Selama kepengurusan Dewan Paroki sering berkomunikasi dengan masyarakat non Katolik di lingkungan lokasi lahan Gereja. Pembicaraan yang biasa didiskusikan dengan masyarakat sekitar adalah terkait pengajuan IMB gedung gereja Santa Bernadet ke pemerintah setempat (Walikota Kota Tangerang).

Dalam rutinitas itu sebagai Dewan Paroki, suatu ketika ia membaca informasi terkait Organisasi Katolik yang bernama Vox Populi Institut Indonesia. Meski berbekal informasi yang secuil itu, dia mulai memahami bahwa Vox Point Indonesia tersebut sangat konsen dengan masalah Sosial Kebangsaan.

Atas rekomendasi melalui rekomendasi salah seorang sahabatnya, Legius mengikuti Rekoleksi Politik (Rekpol) Tahap Pertama Angkatan Ketiga yang dilaksanakan pada tanggal 9 - 10 September 2017 di Rumah Doa Santa Maria Guadalupe, Duren Sawit, Jakarta Timur.

Ia pun memutuskan untuk bergabung dengan Vox Point Indonesia. Legius menilai sangat jarang organisasi yang menyerukan nilai-nilai kebangsaan. Di tengah situasi kebangsaan yang carut marut seperti ini lembaga seperti ini harus ada. Ia berniat untuk terlibat lebih jauh sebagai kader yang militan untuk menyeruhkan nilai-nilai kebangsaan.

Pria yang fasih berbahasa Jepang ini, mengatakan bahwa pada Rekoleksi Politik Vox Point Indonesia inilah awal dirinya terpanggil ke dunia politik. Menurutnya naluri poltiknya terbakar saat rekoleksi politik itu berlangsung.

“Naluri saya terasa terbakar, seperti ada kekuatan yang mendorong saya untuk terlibat lebih jauh di dunia politik,” kata dia.

Putra kelahiran Makale, Tana Toraja, mengakui dirinya digerakan oleh pesan-pesan rekoleksi politik saat itu. Hal yang paling menarik kata dia, saat ulasan Pastor Moderator Vox Point Indonesia yang juga sebagai Pastor Bantuan Militer TNI dan Polri di Keuskupan TNI Polri, Pastor  Rofinus Neto Wuli Pr yang saat itu mendorong Awam Katolik untuk terlibat dalam kebijakan publik demi terciptanya kebaikan bersama (Bonum Commune).

“Politik itu suci, karena itu untuk kebaikan bersama, kader Katolik harus ada dimana-mana tapi tidak kemana-mana untuk merebut ruang publik di segala lini,” ungkapnya berusaha meniru ujaran Pastor Ronny sapaan akrab Pastor Rofinus Neto Wuli Pr, yang masih segar di pikirannya. “Prinsip politik kader Katolik itu harus ada dinama-mana tapi tidak kemana-mana,” ia menambahkan.

Ia juga terinspirasi ketika Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Vox Point Indonesia Yohanes Handojo Budhisedjati menyentil soal umat Katolik merupakan umat yang kecil dalam jumlah akan tetapi besar dalam pengaruh (Non Multas Sed Multus). Ia menyadari sebagai kader Katolik, kerja nyata merupakan hal yang utama sebagai buah dari iman.

“Semangat kecil dalam jumlah dan besar dalam pengaruh ini, sangat mengetuk hati saya,” beber pensiunan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Ia menambahkan terkait kerja nyata pada dasarnya politik itu harus menghasilkan buah yang baik. Dari hasil mengikuti Rekoleksi Politik itu, dia merasakan begitu banyaknya pencerahan dari para narasumber yang masih membekas dalam pikiran Legius.

Ia diingatkan untuk mempersiapkan diri sungguh-sungguh untuk menjadi pelayan di bidang politik. Sebelum masuk politik, kenali dulu dirimu; sebelum ke pasar jangan lupa akrab dulu dengan altar supaya tidak sesat di pasar; korupsi disebabkan oleh kebutuhan, kesempatan atau sistem dan kerakusan.

“Sekalipun Anda masuk kolam buaya, kekuasaan Allah akan menghalaunya jika Anda sungguh-sungguh mengandalkanNya, maka jangan setengah hati melayani dan mengandalkanNya; seorang kader katolik larut tapi tidak hanyut,” kata Legius mengulangi pesan-pesan Rekpol tersebut.

Melalui Rekpol itupun dia sangat bangga karena merasa diingatkan dalam bentuk perintah bahwa kader katolik jangan pernah merasa minoritas, tapi jadilah manusia-manusia yang berkualitas, berintegritas dan dapat dipercaya (trust).

Dan setelah mengikuti Rekpol yang membakar semangatnya, pada rekpol selanjutnya ia membawa anggota keluarnya sendiri yaitu istri dan ananya serta merekomendasikan sahabat-sahabatnya yang lain.

”Tujuan saya mengajak istri dan anak saya, sederhana saja yaitu supaya nyambung dan sepaham kalau berdiskusi di rumah, terlebih sepaham melihatnya bahwa politik itu suci asal dilakukan dengan tulus untuk kebaikan bersama dalam keluarga, maupun hubungan dengan eksternal (katolik dan non katolik), seiman tapi sungguh-sungguh universal pada semboyan 100% Katolik dan 100% Indonesia” tutur pria yang terlibat dalam pengerjaan project MRT-Jakarta (Mass Rapid Trans) tahap pertama dari Lebak Bulus ke Bunderan Hotel Indonesia (elevated dan underground).

Setelah Rekpol itu hatinya mulai tergerak dan ingin membawa perubahan di dalam masyarakat. Ia mengatakan ingin membawa politik yang bermartabat agar memperjuangkan nasib rakyat. Ia tidak menjadi penonton, sebaliknya mau terlibat langsung untuk menjadi pengambil kebijakan dan keputusan dan hanya dapat dilakukan jika Legius masuk dalam sistem pemerintahan.

"Saya terjun ke politik karena ingin masuk dalam sistem agar bisa membuat kebijakan yang bisa membantu lebih banyak orang. Saya menyadari dengan menggunakan kekuatan sendiri meskipun memiliki kualitas yang baik termasuk harta yang banyak, tetapi tidak akan berdaya guna kalau tidak masuk dalam sistem pemerintahan,” jelasnya.

“Tujuannya supaya memiliki pengaruh bahkan dapat membuat aturan dan kebijakan-kebijakan yg dapat mengayomi lebih banyak orang, terutama mereka-mereka yang kecil atau terpinggirkan,” imbuhnya.

Bangun Tana Toraja (Tator)

Legius tidak mau bermain-main dengan ucapannya. Ia berupaya mengikuti bursa pencalonan Bupati/Calon Bupati Kabupaten Tana Toraja  pada Pilkada 2020. Teknokrat ini rencana mencalonkan dirinya pada posisi Calon Wakil Bupati dengan mengangkat brending atau tagline ”Wajah Baru Tana Toraja” dan akan berpasangan Markus Aruan, yang juga merupakan putra kelahiran Ulusalu, Tana Toraja.


Ia mengatakan Tana Toraja merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi yang begitu besar. Potensi ini kata dia, belum dielaborasi begitu jauh sehingga perlu kerja keras supaya memberikan kesejahteraan kepada masyarakat Tana Toraja. Kata dia, Tana Toraja namanya sudah dikenal luas, alamnya indah, tapi umumnya masyarakat belum merasakan keindahan itu secara langsung karena kurangnya pembangunan infrastruktur di Kabupaten Tana Toraja (termasuk Kabupaten Toraja Utara, pecahannya 11 tahun yang lalu).

Salah satu yang disebut Legius adalah sektor pariwisata. Tator memiliki keindahan alam yang luar biasa, tidak hanya itu kebudayaan masyarakat setempat memiliki magnet tersendiri dan harus ditingkatkan dan dilestarikan budayanya.

“Keindahan alam dan kebudayaan Tator patut disyukuri. Ini adalah kekayaan luar biasa yang tidak ternilai,” ujar pria yang pernah ditugasi menangani manufacturing CN-235 dan Tim Sertifikasi Pesawat CN-235, produksi PT.Industri Pesawat Terbang Nusantara (PT.IPTN, Bandung).

Ia menilai selama ini sektor Pariwisata di Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara, tidak didukung oleh fasilitas dan infrastruktur yang memadai. Padahal jika pemerintah benar-benar memperhatikan maka akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik lokal maupun manca Negara.

“Di kedua kabupaten tersebut infrastruktur jalan masih sempit, dan sering dialami sendiri bahwa fasilitas jalan tersebut sangat menyiksa masyarakat Toraja jika ada kegiatan atau upacara adat di pedesaan atau di kampung (Lokasi Rumah Tongkonan) yaitu upacara adat kedukaan (rambu solo’) maupun upacara kegembiraan atay syukuran (rambu tuka’).

Kegiatan-kegiatan ini melibatkan banyak masyarakat maupun kerabat keluarga dari jauh sehingga diperlukan jalanan yang lebar, nyaman dan terkoneksi dengan baik dengan desa atau kecamatan lainnya di 19 Kecamatan di Kabupaten Tana Toraja maupun 21 Kecamanat di Kabupaten Toraja Utara.” kata Legius.

Selain fasilitas infrastruktur tersebut, Legius juga  memiliki visi pertanian, perikanan dan peternakan yang harus ditingkatkan karena mayoritas masyarakat Toraja tekun pada bidang itu, sehingga pemerintah harus hadir untuk memfasilitasi mereka. Salah satu kebutuhan penting untuk ketiga rencana itu adalah tersedianya air melalui sistem irigasi yang baik. Sehingga perlu ada teknologi khusus yang disiapkan oleh pemerintah untuk tersedianya air pada kebutuhan pertanian, perikanan, peternakan dan air baku untuk kebutuhan air minum.

“Apa kurangnya, Tanah Toraja memiliki sungai Sadang yang sangat panjang melewati kedua kabupaten tersebut dan sunga ini pun memiliki ratusan anak sungai yang terkoneksi ke sungai itu. Apabila sungai ini dimaksimalkan maka akan membantu sektor pertanian, perikanan, peternakan dan air baku PAM,” kata dia.

Ia mengakui Masih banyak lagi yang harus dibenahi. Termasuk yang di depan mata adalah potensi Toraja yang segera akan memiliki Bandara yang berskala internasional (Toraja International Airport, Bandara Buntu Kuni) dan harus didukung dengan berbagai sarana prasarana seperti hotel dan restoran.

Ia menjabarkan semua potensi itu harus dikelola dengan baik. Menurutnya ia terpanggil untuk menggali potensi tersebut bersama pasangannya nanti sehingga bisa terwujud masyarakat Tana Toraja yang sejahtera.

“Politik itu bukan sekadar untuk mencari kekuasaan tetapi lebih diutamakan sebagai upaya untuk melayani masyarakat. Menjadi pemimpin yang merendah adalah semangat yang dikobarkan dalam Rekpol Vox Point Indonesia yang saya harus pegang teguh, dan sedikit pun saya tidak akan bergeser atau berhenti jika saya jatuh atau gagal, tetapi akan berhenti ketika semuanya selesai” tutup Legius yang memiliki semboyan hidup “Ganbare (berusaha sekuat tenaga sampai titik darah penghabisan pada prinsip jujur, fair berkompetisi).

Willy Matrona

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2018 MATA KATOLIK Designed by Templateism.com and Supported by PANDE

Diberdayakan oleh Blogger.
Published by Sahabat KRISTIANI