Headline News

Unika St. Paulus Ruteng Bedah Tiga Isu di Abad ke-21: Kompetisi Global, Literasi Teknologi, dan Radikalisme


Acara puncak wisuda Unika St. Paulus Ruteng, Sabtu (16/11). (Foto: Panitia Wisuda).

Matakatolik.com-“Wisuda adalah sebuah kesempatan bersyukur kepada Tuhan, dan berterima kasih kepada orangtua, para penjasa dan pendidik, para dosen dan pegawai. Wisuda adalah jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa depan; masa lalu dengan segala bentuk perjuangan dan tantangannya telah dilewati, dan masa depan dengan segala harapan, tantangan, dan kesuksesan sedang menanti.” (Ignasius Loy Semana, S.Fil.M.Hum.).

Demikian nukilan yang berisi gambaran ringkas tentang makna ‘wisuda’ yang dikutip dari kata pengantar buku pedoman wisuda Unika St. Paulus Ruteng TA 2019. Dalam rangka “menghubungkan masa lalu dengan masa depan”, sebagaimana terdapat pada nukilan di atas, sejak pekan kedua November 2019, keluaga besar Unika St. Paulus Ruteng, melaksanakan serangkaian kegiatan dalam rangka pelantikan (wisuda) sarjana dan ahli madya lulusan tahun akademik 2018/2019. Rangkaian acara wisuda itu dibingkai dalam tema besar “Abad ke-21: Antara Kompetisi Global,  Literasi Teknologi, dan Radikalisme”.

Membangun Manusia Seutuhnya  

Bersamaan dengan Dies Natalis ke-60 Unika St. Paulus yang jatuh pada pertengahan November 2019, lahir pula sebuah bunga rampai, buah pergumulan akademis dari para dosen Unika St. Paulus dan para penulis luar.


Dr. Yohanes S Lon, MA., Rektor Unika St Paulus Ruteng saat menyampaikan sambutan di hadapan 739 wisudawan/wisudawati di Aula Asumpta Katedral Ruteng, Sabtu (16/11).  (Foto: Panitia Wisuda).


Buku berjudul Membangun Manusia Seutuhnya: Perspektif Agama, Kebudayaan, dan Pendidikan yang disunting Dr. Yohanes S. Lon, MA., Rektor Unika St. Paulus Ruteng, ini dibedah pada Sabtu (9/11).

Buku itu dibedah, antara lain, oleh Dr. Marselus R. Payong, M. Pd., seorang dosen senior pada Unika St. Paulus Ruteng. Dari makalah yang dipresentasikan beliau tergambar bahwa para penulis buku tersebut melihat pendidikan dari pelbagai perspektif.

Dalam pembacaannya, Dr. Marselus R. Payong melihat bahwa isi buku tersebut ditulis oleh para akademisi dari Unika St. Paulus Ruteng dengan beragam perspektif sesuai dengan bidang keahlian masing-masing penulis. Pak Marsel, demikian sapaan akrab beliau, mengelompokkan isi buku itu ke dalam empat bidang, yakni pendidikan, budaya dan linguistik, hukum, dan agama.

Dalam catatan Pak Marsel, tema tentang pendidikan paling menonjol dan dibidik para penulis dari berbagai perspektif, terutama perspektif sejarah, filsafat, psikologi, pembelajaran, sosiologi, dan ekologi. Doktor lulusan Universitas Negeri Jakarta itu menggambarkan bahwa pengaruh kajian bidang pendidikan masih terasa sangat kuat karena masih kuat dominasi keguruannya.

Di pihak lain, ini juga dipengaruhi oleh komposisi para dosen dan peneliti di lembaga ini yang juga masih didominasi bidang keahlian kependidikan. Dengan demikian bukanlah hal yang aneh.
Lebih lanjut, masih di dalam makalahnya, ia mengemukakan bahwa di dalam buku itu terdapat empat tulisan yang menyoroti pendidikan dari perspektif filsafat, yakni tulisan “Membangun Manusia Seutuhnya”,

“Potret Kritis Pendidikan di Manggarai dalam Perspektif Pedagogi Visioner”, “Pendidikan yang Merata dan Berkualitas”, dan “Kemandirian Bejalar Sebagai Nilai Adiluhung Pendidikan”.

Tulisan-tulisan itu dikelompokkannya di bawah tema filsafat karena kajian-kajiannya lebih bersifat filosofis, baik yang mengusung filsafat idealisme, progresivisme, maupun rekonstruksionisme.


 (Foto: Panitia Wisuda).

Tema yang bernuansa filsafat idealisme ditemukan dalam tulisan “Membangun Manusia Seutuhnya”. Penulis mengeksplorasi gagasan-gagasan ideal manusia baik dari kaca mata cita-cita manusia secara universal maupun ideal manusia dalam lokalitas keindonesiaan (merujuk kepada tujuan pendidikan dalam UU Sisdiknas 2003).

Tema ini menjadi sentral dan penyimpul dari keseluruhan tulisan sekaligus sebagai refleksi terhadap perjalanan kiprah lembaga ini dalam mengemban misinya selama 60 tahun.

Artikel ini menemukan titik simpulnya pada tiga artikel yang lain “Potret Kritis Pendidikan di Manggarai dalam Perspektif Pedagogi Visioner”, “Pendidikan yang Merata dan Berkualitas”, dan “Kemandirian Belajar Sebagai Nilai Adiluhung Pendidikan”.

Tulisan “Potret Kritis Pendidikan di Manggarai dalam Perspektif Pedagogi Visioner” mengangkat sejumlah fakta empirik tentang kondisi pendidikan nasional dan juga kondisi pendidikan di Kabupaten Manggarai. Meskipun sedikit bercorak pragmatis (karena bertolak dari fakta-fakta empirik) tetapi pada akhirnya muncul sebuah gagasan rekonstruksionime pendidikan dengan nama “pedagogi visioner” yang harus menjiwai seluruh tatanan pendidikan baik dari aspek manajerial maupun operasional bahkan menganjurkan depolitisasi pendidikan – sesuatu yang sangat relevan untuk dilaksanakan pada era primordial ini. Bahkan dengan menghubungkan gagasan Sullivan dalam bukunya Transformative Learning, tulisan ini mendukung gagasan tentang tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals – SDG yang saat ini sedang dikampanyekan oleh Badan Dunia UNDP).

Dua tulisan lain tentang pendidikan yang mengintegrasikan kearifan lokal atau pendekatan kultural adalah tulisan “Relevansi Makna Guru dalam Skrip Budaya Manggarai Bagi Guru pada Era Pascahuman” serta “Degradasi Kata “Tuang Guru” di Manggarai”.

Dua tulisan ini menarik karena mengangkat figur guru dalam konteks budaya Manggarai. Kata “Guru” atau “Tuang Guru” dalam budaya Manggarai di era kemerdekaan merupakan sebuah sapaan dan predikat yang memiliki kewibawaan yang tinggi karena menggambarkan karakteristik individu yang berakhlak mulia, menjadi suri teladan bagi siswa dan bahkan masyarakat. Kata ini pada akhir-akhir ini mengalami degradasi makna, guru tidak lagi dianggap sebagai figur yang memiliki wibawa dan daya pesona tertentu akibat atribut-atribut lain yang menyertainya.

Tiga Isu Abad ke-21

Sementara itu, pada Kamis (14/11), para calon wisudawan/wisudawati mengikuti kegiatan seminar. Seminar ini menghadirkan dua pembicara, yakni Prof. Dr. Alo Liliweri dari Undana Kupang dan Dr. Maksimus Regus, M.Si., Dekan FKIP Unika St. Paulus Ruteng. Dalam presentasinya, Liliweri, guru besar Ilmu Komunikasi pada Undana Kupang ini mengemukakan bahwa jenis-jenis keterampilan abad ke-21 meliputi keterampilan kognitif, interpersonal, dan intrapersonal. Menurutnya, keterampilan kognitif, antara lain, meliputi pemecahan masalah non-rutin, berpikir kritis, berpikir sistem, pengambilan keputusan, inovasi, dan kreativitas. Sementara itu, keterampilan interpersonal, antara lain, menyangkut komunikasi, keterampilan sosial, kerja tim, dan kepekaan budaya.


Cover buku yang dibedah, Sabtu (9/11).  (Foto: Panitia Wisuda).


Keterampilan intrapersonal, menurutnya, menyangkut, antara lain,  manajemen diri, manajemen waktu, kemampuan beradaptasi, dan toleransi.
Keterampilan abad ke-21 lebih lanjut dibedah Dr. Maksimus Regus, M.Si. Menurutnya, pada era ini dibutuhkan kecakapan belajar, kecakapan melek huruf, dan kecakapan hidup. Ia memaparkan, “Kecakapan belajar meliputi berpikir kritis, berpikir kreatif, kolaborasi, dan komunikasi; kecapakan melek huruf menyangkut literasi informasi, literasi media, dan literasi teknologi. Sementara itu, kecapakan hidup menyangkut fleksibilitas, kepemimpinan, inisiatif, produktivitas, dan keterampilan sosial”, urainya. Lebih lanjut, Romo Max menawarkan perspektif baru dalam menghadapi kehidupan dunia abad ke-21. Menurutnya, pada era ini dibutuhkan keterampilan kinestik, keterampilan interpersonal dan intrapersonal, serta kecapakan linguistik dan logika.

Pada acara puncak wisuda yang berlangsung di aula Asumpta Katedral Ruteng (Sabtu, 16/11) di hadapan para wisudawan dan para undangan  Rm. Max, yang membawakan orasi ilmiah memaparkan bahwa pada era ini orang tidak hanya berhadapan dengan beragam lawan. Jatah-jatah pekerjaan direbut calon-calon pekerja yang menyemut dari mana-mana. Ia memberikan support kepada para wisudawan untuk terus berjuang karena, menurutnya, ‘slot’ pekerjaan yang sangat terbatas membuat orang untuk bersaing mengalahkan teman, bahkan teman kuliahnya.

Tentang teknologi digital, “big data” adalah term paling menarik yang diulas Rm. Max. Ia mencontohkan, dalam kehidupan sehari-hari, big data dan teknologi informasi bekerja begitu sederhana. “Ketika Anda ‘jatuh cinta’ dan kemudian ‘patah hati’, dua pengalaman itu tidak masuk dalam big data, namun, ketika Anda menceritakan pengalaman itu di dinding FB, Twitter, dan Instagram, maka pengalaman itu masuk dalam big data. Kita dengan mudah terhisap dan lenyap dengan lekas dalam badai revolusi teknologi informasi,” paparnya.

Dalam menyingung subtopik radikalisme, Rm. Max, menyampaikan bahwa abad ke-21 dibuka dengan serangan mematikan teroris terhadap WTC di New York pada 11 September 2001. Bagi Romo Max, WTC adalah salah satu simbol kedigdayaan 'ekonomi-politik' AS. Menurutnya, portofolio politik internasional AS dianggap sebagai pemicu terbangunnya kebencian, keengganan terhadap budaya Barat, dan spiral perlawanan dari negara-negara dunia ketiga akibat rasa sakit politik karena penggulingan pemerintah yang terpilih secara demokratis di negara-negara tersebut – di mana AS berada di belakang semua itu. Sesudah tragedi WTC, kemudian muncul persoalan keempat dari ketiga masalah sebelumnya yaitu perlawanan yang terepresentasikan pada 'new global islamic movement' , ketika AS menciptakan musuh baru dalam diri Islam sesudah runtuhnya Uni Soviet yang dikenal sebagai musuh ideologis diskursus radikalisme dan terorisme global mencuat dari ranah ini.

Pada acara puncak wisuda Unika St. Paulus Ruteng yang berlangsung khidmad dan agung ini, Rektor Unika St. Paulus Ruteng, Dr. Yohanes S Lon, dalam sambutannya mengharapkan bahwa para wisudawan/wisudawati dapat menjadi insan pendidikan dan kesehatan yang responsif dan inovatif  di era digital. Ia mengharapkan pula bahwa para wisudawan/wisudawati menjadi sumber harapan baru bagi perubahan kesejahteraan bagi keluarga dan masyarakat.


 (Foto: Panitia Wisuda)

Di dalam sambutannya, Rektor Unika St Paulus Ruteng itu juga menyampaikan terima kasih kepada kepada dewan pembina, pengurus, dan pengawas Yayasan Santu Paulus Ruteng sebagai penyelenggara pendidikan dan seluruh sivitas akademika Unika St Paulus Ruteng yang telah turut berkontribusi dengan caranya masing-masing dalam menunjang kemajuan Unika St. Paulus Ruteng.

Adapun total wisudawan/wisudawati ialah 739 Sarjana dan Ahli Madya. Ke-739 itu diwisuda di aula Asumpta Katedral Ruteng pada Sabtu (16/11). Para wisudawan/wisudawati itu berasal dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian (FIKP). Wisudawan/wisudawati FKIP berjumlah 644 orang dari enam Prodi, yakni Prodi Pendidikan Teologi, Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, Prodi Pendidikan Matematika, Prodi PGSD, Prodi PG-PAUD, dan Prodi PBSI. Sementara itu, wisudawan/wisudawati dari FIKP berjumlah 95 dari dua Prodi, yakni Prodi Keperawatan dan Prodi Kebidanan. Adapun Tiga Besar lulusan terbaik berasal dari Prodi PGSD, yakni Melita Trisanti Parungato (IPK 3,92) Foyansinta Sedia (IPK 3,89), dan Sufantiara Naming (IPK 3,81).

Toni Nesi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2018 MATA KATOLIK Designed by Templateism.com and Supported by PANDE

Diberdayakan oleh Blogger.
Published by Sahabat KRISTIANI