Matakatolik.com-Pekan ini Komisi Pelayanan Pastoral
Penjara Konferensi Waligereja Filipina mengeluarkan sebuah pernyataan berisi
peringatan terhadap para legislator baru tentang tanggung jawab mereka “untuk
membela kehidupan manusia.”
Berbagai langkah yang diambil untuk
menghidupkan kembali hukuman mati gagal dalam Kongres terakhir, tetapi para
pemimpin Gereja mengatakan sejumlah pernyataan yang disampaikan para legislator
baru tentang pemberlakukan kembali hukuman mati “meresahkan.”
“Mereka punya kewajiban yang nyata dan
jelas untuk menentang undang-undang apa pun yang menyerang kehidupan manusia,”
kata Rudolfo Diamante, sekretaris eksekutif komisi, sebagaimana dilansir oleh indonesia.ucanews.com, Rabu,26/6/2019.
“Kami berpendapat bahwa ada banyak
alasan yang lebih kuat terkait tidak adanya perdamaian dan ketertiban dalam
masyarakat kita yang tidak dihargai dan diketahui oleh para pemimpin,” katanya.
Para pemimpin Gereja juga lanjutnya,
menegaskan hukuman mati merupakan “suatu penghinaan terhadap martabat manusia
baik bagi orang-orang yang dihukum mati dan orang-orang yang menerapkannya.”
Ia berharap para legislator untuk
menghidupi “Injil Kehidupan sepenuhnya dan sepenuh hati.”
Tetapi para pemimpin politik merasa
optimis bahwa hukuman mati akan kembali diberlakukan dalam Kongres mendatang.
“Dalam Senat yang baru, ada kemungkinan
13 (suara yang mendukung hukuman mati) untuk perdagangan narkoba tingkat
tinggi,” kata ketua Senat Vicente Sotto III dalam sebuah pernyataan.
Para sekutu Presiden Rodrigo Duterte
dalam Kongres secara konsisten menekan pemberlakuan kembali hukuman mati.
Namun senator oposisi Leila de Lima
mengatakan solusi dalam mengatasi kejahatan hendaknya dilakukan melalui
legislasi dan reformasi yudisial.
Pernyataannya dibacakan ketika para
pemimpin Gereja merayakan peringatan ke-13 abolisi hukuman mati di Filipina
pekan lalu.
“Di sebuah negara di mana orang miskin
melebihi jumlah orang kaya, realitas sosial-ekonomi lebih condong pada
implementasi undang-undang tentang hukuman mati,” lanjutnya.
Ia menjelaskan bahwa meskipun tujuh
eksekusi dilakukan sejak 1998 hingga 1999, angka kejahatan meningkat 15,3
persen.
Bahkan, katanya, Mahkamah Agung mengakui
bahwa pengadilan telah melakukan kesalahan yudisial sebesar 71,77 persen ketika
hukuman mati masih diberlakukan.
Hukuman mati dihapus menurut Konstitusi
1986, tetapi undang-undang ini memberi kekuatan kepada Kongres untuk
memberlakukannya kembali untuk kejahatan mengerikan.
Hukuman mati kembali diberlakukan di
bawah pemerintahan mantan Presiden Fidel Ramos, tetapi kemudian dihapus kembali
di bawah pemerintahan Presiden Gloria Macapagal-Arroyo.
Filipina juga merupakan negara
penandatangan Protokol Opsional Kedua pada Kovenan Internasional tentang
Hak-Hak Sipil dan Politik yang mewajibkan negara-negara anggota untuk menghapus
hukuman mati.
Matakatolik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar