Mata Katolik
Popular Readers
-
Matakatolik.com -Sejumlah tokoh nasional yang menggeluti bidang agama dan perdamaian hadiri acara Forum Titik Temu, di Ritz Carlton Hotel...
-
Matakatolik.com -Untuk Abdul Somad: Saya Tak Butuh Ucapan Selamatmu, Dan Jangan Urusi Iman Agamaku Saya tak pernah mengurusi keyakinan...
-
M ATAKATOLIK, Jakarta - Yohanes Handojo Budhisedjati ditunjuk sebagai Ketua Umum Forum Masyarakat Indonesia Emas (FORMAS). Handojo diper...
-
MATAKATOLIK.COM, Jakarta - Paus Fransiskus, yang memiliki nama lahir Jorge Mario Bergoglio adalah pemimpin Gereja Katolik Roma saat ini. D...
-
Matakatolik.Com - Kementerian Komunikasi dan Informatika akan memulai penataan ulang ( refarming ) Pita Frekuensi Radio 2,3 GHz di 9 klast...
-
Jakarta, MATAKATOLIK.COM - Menteri Investasi Indonesia, Bahlil Lahadalia dikabarkan akan maju sebagai calon Ketua Umum Partai Golkar dala...
-
Ketua Umum Vox Point Indonesia, Yohanes Handojo Budhisedjati MATAKATOLIK.COM, Jakarta - Ormas Katolik Vox Point Indonesia ikut mendukung re...
-
Matakatolik.com -Paus Fransiskus dijadwalkan akan memimpin Misa di Istora Gelora Bung Karno (GBK) pada 2 September 2020 mendatang. Pemim...
Solusi Untuk Anda!
Kecerdasan Beriman Sebagai Jalan Menuju Imago Dei
Matakatolik.com-Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang sungguh unik. Unik karena ia memiliki beragam potensi dalam dirinya sendiri. Keberagaman ini dapat dilihat dalam berbagai julukan dan potensi kecerdasan yang tidak pernah berakhir digali dan dikembangkan.
Manusia dijuluki sebagai homo sapiens, homo socius, Homo religious, homo faber, homo economicus, homo narrans, homo homini lupus, dan juga Homo Deus. Selain julukan-julukan tersebut, manusia juga menyimpan beragama potensi kecerdasan dalam dirinya sendiri.
Para penulis telah menguraikan bahwa manusia memiliki kecerdasan rasional (Colin Cooper, 2015, kecerdasaran ganda (Howard Gardner; 1999, 2008), kecerdasan emosional (Daniel Goleman, 2012, Travis Bradberry, 2005, Danah Zohar dan Ian Marshall, 2004), kecerdasan emosional (Daniel Goleman 2006) dan kecerdasan spiritual (Allan E. Nelson, 2010).
Uraian-uraian tentang julukan terhadap manusia dan beragam potensi kecerdasannya tersebut dideskripsikan secara singkat oleh Porat Antonius (hal. 7 sd 53) dalam bukunya yang berjudul “Vertikalitas Otak dan perngkat humanitas manusia”. Buku ini deteribitkan oleh Penerbit Kompas Gramedia, 2018.
Dalam bukunya ini Antonius mengemukakan bahwa peringkat humanitas manusia belum cukup dideskripskan oleh beragam julukan dan potensi kecerdasan sebagaimana yang dideskripsikan di atas. Julukan-julukan dan kecerdasan-kecerdasan tersebut hanya mampu menggambarkan pola relasi manusia dengan sesamanya secara horizontal dan dengan alam di sekitarya.
Menurut Antonius, manusia tidak hanya memiliki dimensi horizontal. Manusia juga memuat dimensi vertical dalam dirinya sendiri yakni kemampuan untuk berelasi dengan Allah sang penciptanya. Kemampuan ini berbasis pada kecerdasan manusia itu sendiri, sebuah kecerdasan yang disebutnya sebagai kecerdasan beriman. Dengan ini, kecerdasan beriman merupakan jenis lain dari beragam kecerdasan yang sudah cukup dikenal selama ini. Bagi Antonius, kecerdasan beriman menandai pringkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Peringkat kemanusiaan yang lebih tinggi adalah bila manusia dapat menjadi Homo Deus.
Berbeda dengan penjelasan Yuval Noah Harari tentang Homo Deus (2016) yang cenderung merurpakan hasil dari proyek Homo Sapiens, Antonius mendeskripsikan Homo Deus sebagai kemampuan manusia untuk hidup sesuai dengan sifat-sifat Allah. Sifat Allah pada hakekatnya adalah mengasihi. Deus Caritas Est. Dengan hidup dalam kasih manusia mengubah wajah sapeinsnya menjadi Imago Dei.
Melalui bukunya ini, Antonius menyakini bahwa manusia dapat menjadi Homo Deus. Syaratnya adalah manusia harus mengembangkan kecerdasan berimannya. Seperti kecerdasan-kecerdasan lainnya, kecerdasan beriman berbasis pada otak manusia itu sendiri. Seperti otak manusia dapat diarahkan untuk membangun relasi dengan dirinya sendiri, sesama manusia dan dengan alam, otak yang sama dapat juga dikembangkan untuk membangun kecerdasan berimannya.
Kecerdasan beriman (hal. 53) menyangkut beberapa hal. Pertama, kecerdasan beriman adalah kemampuan untuk memahami pesan-pesan Allah. Pesan-pesan itu dapat disampaikan melalui kata-kata yang dapat terekan atau tertangkap dalam otak manusia, dan juga melalui tanda-tanda. Kedua, kecerdasan beriman adalah kemampuan untuk memahami kehendak Allah atas tujuan hidup manusia dan tujuan dunia. Ketiga, kecerdasan beriman berkaitan dengan kapasitas manusia untuk dapat menerima tanggungjawab untuk memelihara dunia dan kehidupan manusia itu sendiri sesuai dengan kehendak Allah. Dan keempat berkaitan dengan kemampuan manusia untuk berdialog secara interaktif dengan Allah.
Selanjutnya, Antonius menegaskan bahwa kecerdasan beriman merupakan kondisi yang tidak dapat diabaikan supaya manusia dapat menggunakan beragam kecerdasan horisontalnya dengan cara-cara dan tujuan yang sesuai dengan kehendak Allah. Orang yang memiliki kecerdasan beriman dapat mengelolah atau menggunakan kecerdasan-kecerdasan lainnya sebagai homo sapiens sesuai dengan kehendak Allah. Pada titik ini, pringkat humanitas manusia sampai pada levelnya yang tertinggi yakni menjadi Imago Dei.
Yustinus Suhardi Ruman
Pengajar Character Building pada Universitas Bina Nusantara, Jakarta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar