Headline News

Isu Kebebasan Beragama Sepi di Pangggung Pilpres


Ervan Tou

Matakatolik.com-Waktu pemilu 17 April 2019 tinggal dua setengah minggu lagi. Tapi wacana kampanye politik belum banyak atau sama sekali tidak menyentuh persoalan bangsa yang serius dan urgent, salah satunya isu kebebasan beragama.

Mencermati isi kampanye dan perdebatan sejak September 2018, ruang diskursus publik lebih banyak diisi narasi-narasi saling serang, berita hoax atau kabar bohong dan fitnah antar kedua kubu Pasangan Calon.

Bahwa ada satu dua isu-isu startegis diperdebatkan, itu pun berlangsung setelah debat yang juga tidak berlangsung lama karena  kembali pada pola lama: saling serang, saling menjatuhkan, melempar fitnah, hasutan dan kabar-kabar bohong.

Maka makin runyam situasinya ketika isu Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan sama sekali tak muncul di pnggung debat, baik yang formal diselenggarakan KPU maupun diskursus publik di tengah masyarakat. Padahal isu ini sangat penting dan strategis dibahas oleh Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden. Data menyebutkan, bahwa persoalan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia cenderung naik dan dalam situasi seperti itu tidak ada cukup langkah untuk mengatasinya.

Setara Institute mencatat terdapat 109 peristiwa pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB). Dari jumlah tersebut terdapat 136 tindakan terjadi hingga pertengahan tahun 2018. Yang paling banyak ada di DKI Jakarta dengan 23 peristiwa. Sementara di daerah Jawa Barat ada 19 peristiwa.

Provinsi lain yang menempati lima besar dengan jumlah pelanggaran tertinggi yaitu, Jawa Timur dengan 15 peristiwa, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan sembilan peristiwa, serta tujuh peristiwa terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Data ini memperlihatkan bahwa warga Negara Indonesia sedang darurat dalam soal Kebebasan Beragama dan Berkeyakinannya. Artinya pemerintah belum berhasil menjamin hak warga negara untuk bebas beragama dan berkeyakinan.

Maka sudah seharusnya persoalan ini menjadi catatan bagi Capres dan Cawapres yang bertarung di pemilu 2019 untuk kemudian diperhatikan dan ditindaklanjuti baik oleh Jokowi yang saat ini masih menjabat sebagai Presiden maupun oleh Prabowo.

Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga mestinya juga merespon persoalan ini.

Tidak harus masuk dalam tema Debat Capres-Cawapres. Tapi paling tidak didiskusikan atau diangkat ke ruang publik agar masyarakat mengetahui bagaimana komitmen kedua pasangan calon dapat menyelesaikan persoalan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. Sehingga, persoalan ini bisa menjadi salah satu prioritas perhatian jika terpilih.

Perhatian Capres dan Cawapres terhadap persoalan ini sangat penting. Sebab, jika terpilih, meraka adalah orang yang paling tepat yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi di Negara Indonesia. Termasuk persoalan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan.

Sangat disayangkan jika persoalan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan sepi dari perbincangan politik Tanah Air.

Untuk itu, sangat diharapkan agar para Tim Pemenagan, baik Paslon 01 maupun Paslon 02 bisa mengangkat persoalan ini ke ruang publik.

Dengan demikian, masyarakat atau pemilih dapat mengetahui siapa Capres dan Cawapres yang berkomitmen menyelesaikan persoalan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) jika menag di Pilpres mendatang.

Persoalan ini sangat penting. Mengingat, masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Yang punya kebebasan dan hak untuk memeluk agamanya sesuai keyakinan masing-masing.

Namun, kebebasan itu masih disandra oleh berbagai kepentingan lain, termasuk kepentingan politik.

Untuk itu, di Tahun Elektoral ini, kita bersama-sama mencari tahu komitmen para calon pemimpin kita. Serta mendorong agar pemerintah yang akan datang bisa memberikan ruang yang aman bagi semua warga negara untuk menjalankan kebebasan beragama dan berkeyakinan sesuai hati nurani masing-masing.

Kenapa isu agama sangat penting dibicarakan? Karena ini adalah hak setiap warga negara untuk bebas memilih agama sesuai keinginanya.

Hal ini didasari kekuatan hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Bunyinya adalah “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”

Kemudian dalam Pasal 28E ayat (2)  UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan.

Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.

Secara konstitusional, kebebasan beragama dan berkeyakinan dilindungi Undang-Undang Dasar 1945. Artinya bahwa pemerintah harus ikut memberi ruang kebebasan dan kenyamanan bagi semua warga negara agar dapat menjalankan kebebasan beragama sesuai yang diyakininya.

Untuk itu, mestinya tidak ada alasan agar isu ini tidak dibicarakan. Apalagi, isu ini sangat startegis yang bisa dimanfaatkan oleh kedua kubu pasangan Capres dan Cawapres.

Kalau dimanfaatkan pasangan Capres 02 bisa saja memperbaiki citra yang selama ini dicap masyarakat berada di kelompok-kelompok garis keras.

Kemudian, pasangan Capres 01 kenapa tidak memainkan isu ini? Bisa saja tidak mau mengambil resiko karena beralasan akan kehilangan suara di basis pemilih Muslim.

Untuk itu, bagaimana para tokoh agama dan tokoh masyarakat mengangkat persoalan ini secara serius.

Organisasi Masyarakat (Ormas) atau LSM perlu membicarakan persoalan ini agar menjadi catatan publik. Menjadi salah satu rujukan dalam menentukan dan memilih pasangan Capres dan Cawapres pada pemilu 17 April 2019 mendatang.

Ervan Tou

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2018 MATA KATOLIK Designed by Templateism.com and Supported by PANDE

Diberdayakan oleh Blogger.
Published by Sahabat KRISTIANI