Mata Katolik
Popular Readers
-
Matakatolik.com -Sejumlah tokoh nasional yang menggeluti bidang agama dan perdamaian hadiri acara Forum Titik Temu, di Ritz Carlton Hotel...
-
M ATAKATOLIK, Jakarta - Yohanes Handojo Budhisedjati ditunjuk sebagai Ketua Umum Forum Masyarakat Indonesia Emas (FORMAS). Handojo diper...
-
Matakatolik.com -Untuk Abdul Somad: Saya Tak Butuh Ucapan Selamatmu, Dan Jangan Urusi Iman Agamaku Saya tak pernah mengurusi keyakinan...
-
MATAKATOLIK.COM, Jakarta - Paus Fransiskus, yang memiliki nama lahir Jorge Mario Bergoglio adalah pemimpin Gereja Katolik Roma saat ini. D...
-
Matakatolik.Com - Kementerian Komunikasi dan Informatika akan memulai penataan ulang ( refarming ) Pita Frekuensi Radio 2,3 GHz di 9 klast...
-
Jakarta, MATAKATOLIK.COM - Menteri Investasi Indonesia, Bahlil Lahadalia dikabarkan akan maju sebagai calon Ketua Umum Partai Golkar dala...
-
Ketua Umum Vox Point Indonesia, Yohanes Handojo Budhisedjati MATAKATOLIK.COM, Jakarta - Ormas Katolik Vox Point Indonesia ikut mendukung re...
-
MATAKATOLIK.COM, Jakarta - Kepolisian Republik Indonesia(Polri) akan menggerakkan 4.520 personel keamanan, guna untuk mengamankan, pemimpin...
Solusi Untuk Anda!
Gereja dan Bencana Manggarai Barat
Vinsen Patno
Matakatolik.com-Peristiwa bencana alam di Manggarai Barat Kamis, 7 Maret 2019 menyisakan trauma dan detak tangis yang mendalam bagi para korban. Betapa tidak dalam hitungan detik nyawa, rumah hilang seketika. Mungkinkah ini rencana Allah atau karena ulah manusia?
Gereja Keuskupan Ruteng tidak tinggal diam. Dia hadir bagaikan pelita ditengah kegelapan. Gereja hadir sebagai tuan rumah yang membawa sebuah penguatan rohani dan pencerahan bagi proses pemulihan dan kebangkitan wilayah Manggarai Barat dengan penduduk mayoritas Kristiani.
Bantuan untuk para korban melalui Gereja datang dan mengalir dari mana-mana. Gereja mengedepankan pendekatan kemanusiaan dan budaya serta pemulihan pasca peristiwa bencana alam dan tanah longsor.
Baca Juga: Vikep Labuan Bajo: Pemulihan Sosial Mengurangi Ketergantugan Korban pada Donasi
Untuk itu Gereja membangun Posko di lokasi bencana dalam rangka berbagi informasi, memetakan situasi dan fakta lapangan saat dan pasca bencana serta merekomendasikan kebutuhan dan harapan dari masyarakat Culu dan Nanga Nae yang menjadi korban bencana.
Paroki yang dekat dengan korban bencana alam menjadi sarana yang dapat memberikan informasi dan gambaran situasi paling akurat saat ini.
Keberadaan kepulauan Flores khususnya Kabupaten Manggarai Barat berada pada wilayah lingkar luar punggung pegunungan dasar laut dan lingkar dalam punggung pegunungan dasar laut dari dua lempeng besar dunia, menunjukkan bahwa Manggarai Barat adalah wilayah bencana alam parmanen yang rentan dengan gempa dasyat strategis.
Selain bencana alam seperti tsunami dan gempa bumi, bentuk bencana lain yang melanda Manggarai Barat adalah banjir, tanah longsor, angin, dan lain-lain.
Dalam peristiwa bencana, tugas dan panggilan diakonia gereja dalam konteks tersebut adalah menolong dan mengurangi penderitaan korban.
Diakonia sesungguhnya bukan saja menyatakan pengasihan kepada korban, tetapi lebih luas lagi mencegah agar jangan bertambah korban-korban baru. Dalam hal ini bagaimana mempersiapkan umat dan masyarakat agar responsif, serta secara sistematis mengembangkan instrumen-instrumen pelayanan yang dapat mengurangi dampak dari bencana yang terjadi. Artinya, diakonia yang dilakukan bukan saja bersifat karikatif namun diakonia-transformatif dimana korban ditolong dan diberdayakan untuk mampu keluar dari masalah.
Baca Juga: Sant' Egidio Labuan Bajo Berbagi dengan Korban Bencana Tanah Longsor dan Banjir
Tahun Diakonia(Pelayanan)
Dilihat dari buruknya dampak bencana terhadap kehidupan tata ruang fisik, sosial, budaya dan psikososial selama ini, dicatat beberapa masalah utama yang dihadapi masyarakat.
Pertama, masyarakat umum belum memiliki pengetahuan dan pemahaman memadai terhadap bencana, gejala alam menjelang bencana alam (gempa bumi dan tsunami); pemahaman akan mitigasi (pola hidup, tata dan pengelolaan lingkungan dan pemukiman; serta belum dimilikinya sistem peringatan dini bencana.
Kedua, lembaga pemerintah, gereja dan institusi lainnya belum memiliki kemampuan yang memadai dalam merespon bencana terutama yang datang tiba-tiba serta kesiapan melakukan penanggulangan pasca bencana.
Ketiga, pemberian bantuan kemanusiaan terhadap korban bencana belum efektif dan optimal sebagaimana mestinya. Pola “dengan misi tersendiri atau kepentingan tertentu”, yang terjadi dalam proses pemberian bantuan dapat merusak tatanan sosial kekeluargaan dan keutuhan hidup masyarakat dan di masa mendatang. Keempat, mengedepankan pelayanan(diakonia) gereja terutama dalam menghimpun potensi dan dana bantuan.
Baca Juga:RD Lorens Sopang: Banyak Orang Muda sudah Mengikuti Jalan yang Salah
Terhadap kondisi tersebut ada tiga langkah strategis yang dapat dilakukan bersama, yaitu : Perlunya mengembangkan sistem peringatan dan respons dini bencana. Hal ini berkaitan dengan kemampuan memahami gejala-gejala alam seperti kondisi tumbuhan serta perilaku hewan darat dan biota laut, mendorong dan membudayakan perilaku berwawasan bencana, dalam mengelola lingkungan, menata ruang kehidupan dan penggunaan konstruksi bangunan yang tahan gempa. membangun sistem komunikasi bencana termasuk jaringan kerjasama lintas gereja, agama, sosial dan teritorial dalam peningkatan kapasitas sumber daya manusia, berbagi informasi dan proses penanggulangan pasca bencana;
Memperkuat komunitas lokal sebagai basis pemberian bantuan atau pelayanan (diakonia). Pembinaan sistematis dalam rangka meningkatkan kesadaran kritis gereja atau lembaga pemberi bantuan dan umat di tingkat lokal agar tidak mengidentikkan atau mengaitkan pekerjaan pelayanan bantuan kemanusiaan dengan praktek-praktek sempit.
Membantu pemerintah dengan cara melakukan penelitian, pendidikan kritis dan format respons sosial berkaitan dengan pembangunan atau pengelolaan tata ruang dan lingkungan yang berwawasan bencana.
Gereja Keuskupan Ruteng
Gereja Keuskupan Ruteng membantu untuk melihat lebih jelas kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya, sekaligus kebutuhannya dalam menghadapi bencana, yang datangnya selalu tiba-tiba.
Dengan peristiwa Bencana alam dan tanah longsor yang terjadi di Manggarai Barat gereja hadir untuk melayani lebih sensitif, efektif dan optimal menarik pelajaran terutama dari pengalaman bencana alam Culu dan Nanga Nae.
Hal ini kembali diangkat untuk menjadi pergumulan bersama ditengah perkembangan kehidupan Manggarai Barat di segala dimensi dengan perubahan pesat yang mengikutinya.
Bencana alam yang terjadi di Manggarai Barat sesungguhnya telah menguak betapa banyak persoalan yang meliputi berbagai dimensi kehidupan yang harus disikapi dan dibenahi.
Baca Juga:Camat Cibal Barat Sebut Menjaga Air Bentuk Tanggungjawab Moral
Pasca bencana berlalu, persoalan bencana, dampak dan keberlanjutannya semestinya bagian yang tidak dilupakan begitu saja, namun tetap terintegrasi dalam setiap perencanaan pembangunan yang berkaitan dengan masyarakat dan kehidupannya.
Mengapa, karena bencana dalam berbagai bentuk dan dampaknya adalah bagian dari persoalan gereja dan umat.
Bencana tidak diprediksi kapan datangnya, sehingga adalah bijak mengantisipasi dengan pencegahan dini dan kesiapsiagaan setiap waktu.
Dalam merespon bencana yang terjadi
Gereja merefleksikan bagaimana memandang dan menyikapi alam semesta atau lingkungan hidupnya.
Melaksanakan panggilannya untuk menjaga dan memelihara alam agar terjamin kelestariannya dan sekaligus menjadi sumber nafkah yang tak akan habis bagi semua makhluk dan generasi selanjutnya.
Saat bencana melanda maka kehadiran gereja adalah merefleksikan kebaikan Allah bagi korban bencana dalam tahun pelayanan (diakonia).
Baca Juga: Presiden Jokowi Menerima Pengurus PGI di Istana
Gereja berperan menemukan solusi dari masalah yang terjadi, serta berperan strategis dalam pembentukan nilai positif dalam masyarakat melalui pelayanan advokasi dan pesan profetis kerohaniannya.
Gereja berperan merajut dan menumbuh-kembangkan semangat kebersamaan dan persatuan masyarakat yang memudar dan menjadi wadah pemersatu rasa dan tanggungjawab menanggung beban bersama demi pemulihan kehidupan dan pembangunan wilayah Manggarai Barat yang tertimpa musibah bencana alam dan tanah longsor.
Vinsen Patno
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar