Headline News

Teladan Bunda Maria untuk Perempuan Katolik


Matakatolik.Com-Sepanjang tahun 2017 sampai dengan tahun 2018, umat Katolik dihadapkan dengan banyak problem dalam masyarakat. Radikalisme, kemiskinan atau ketimpangan sosial, dan ketidakadilan. Pada momen yang genting seperti ini, banyak pendapat bahwa semangat kebangsaan 100% Katolik 100% Indonesia kita tengah diuji.

Umat Katolik diingatkan pada Gerakan Aksi Nyata, See-Judge-Act. Gerakan ini berlandaskan pertanyaan awal; “Apa yang bisa kita lakukan agar lingkungan sekitar; keluarga, gereja, dan masyarakat, serta media sosial agar semakin adil dan beradab?”

Pada 7 Mei 2017 lalu, Paus Fransiskus merayakan 100 tahun penampakan Bunda Maria di Fatima, Portugal kepada tiga anak kecil; Yasinta, Lucia, dan Fransesco. Spirit pemujaan terhadap Bunda Maria dilakukan setiap pribadi yang berdevosi kepada Sang Bunda. Selain ritual penghormatan kepada Maria, lantas bagaimana kita melihat pribadi Maria dalam realitas sosial yang kita hadapi saat ini? Apa yang bisa diteladani dari Bunda Maria?

Maria diagungkan sebagai Ibunda Yesus Kristus, Sang Putra Bapa. Maria menganut identitas biologis yang tak terelakkan sebagai seorang perempuan. Maka, tentu ada amanat Bulan Maria (Mei dan Oktober) yang menyentuh setiap pribadi khususnya kaum perempuan Katolik tentang cara perempuan merespon fenomena yang terjadi saat ini.

Ibu Sang Mesias ini memang kerap digambarkan sebagai pribadi yang hidup dalam ruang domestik. Mungkin sekilas nampak bertentangan dengan perjuangan kaum perempuan yang membela kesetaraan hak berpendidikan, hak bekerja, dan hak berpolitik. Banyak pula anggapan bahwa Maria tidak memiliki peran penting dalam rencana penyelamatan Allah.

Namun sesungguhnya, jika kita melihat dalam relasi kisah Yesus dan Maria bersamaan maka peran Maria adalah representasi peran manusia dan peran perempuan pada khususnya di luar ruang domestik mewujudkan keselamatan dunia.

Perempuan muda bernama Maria adalah seorang perempuan yang direncanakan Tuhan untuk menjalani suatu tugas penting dalam karya penyelamatan Allah. Dia menyandang kodrat sebagai Ibu Penyelamat Dunia. Sebuah rencana yang sangat besar, dengan resiko yang tidak kecil.

Rencana tersebut bukan sekadar kehendak mutlak Allah, namun atas kesediaan Maria. Dengan kata yang eksistensialis, hal itu pun terjadi atas kehendak bebas Maria untuk berkata ‘Ya’ dengan kalimat, “Terjadilah padaku menurut perkataanMu”. Kehendak bebas inilah yang membuat Maria memiliki posisi tertinggi diantara makhluk spiritual lain dalam iman Katolik.

Kehendak bebas Maria menjadi cermin sebuah iman dan ketaatan yang luar biasa kepada Tuhan. Sebuah iman yang jelas membawa Maria pada pergumulan dan dukacita. Misalnya saja, saat Yesus dibawa ke dalam Bait Allah, Simeon berkata bahwa sebuah pedang akan menusuk jiwa Maria.

Maria mendampingi Yesus dalam upaya mewujudkan karya Allah. Dia tidak berdiri sebagai sub-ordinat, tetapi sebagai subjek independen, kunci awal, atau pembuka jalan atas karya Allah. Dia menjadi seorang Hawa Baru yang memperbaiki relasi antara Allah dengan Manusia. Sebuah relasi yang dalam Kitab Kejadian dirusak oleh Iblis ketika Hawa tergoda memakan buah apel di Taman Firdaus.

Mari kita mengingat kembali kisah hidup Maria, sejak dia memilih “jalan pedang” untuk hamil padahal dia masih perawan dan belum bersuami. Dia melahirkan Yesus Kristus ditemani Yosef, suaminya, di kandang Betlehem dalam sebuah pelarian dari Raja Herodes. Setelah mendapatkan peringatan dari Simeon, Bunda Maria juga pernah kesulitan mencari Yesus yang hilang sampai ditemukan di Bait Allah. Bunda Maria adalah manusia pertama yang berhasil mewujudkan keajaiban dari Yesus, melalui berubahnya air menjadi anggur dalam pesta perkawinan di Kana.

Maria ikut mendampingi Yesus saat Dia diadili, didera, disalibkan, hingga wafat. Yesus bahkan menyerahkan Maria kepada para rasulnya, sebagai Ibu dari para rasul. Peristiwa Yesus memberikan gelar Maria sebagai Bunda Para Rasul juga menjadi penanda bahwa Yesus memberikan Ibunya sebagai Bunda bagi semua manusia.

Maria juga ikut mendampingi para rasul Yesus dalam pewartaan kabar gembira. Dia dan para rasul hidup tekun dalam doa. Dia menjadi satu-satunya perempuan yang hadir dalam peristiwa Pentakosta dimana Roh Kudus turun atas para rasul.

Oleh sebab itu, sebagai perempuan Kristiani tentu kita sudah memiliki teladan perempuan yang dicintai Allah. Bukan sekadar perempuan yang rajin beribadah, namun juga perempuan dengan iman yang kuat mewujudkan karya nyata Allah. Dari figur Maria kita belajar, perempuan Kristiani juga tidak terkurung dalam sistem patriarki, dimana segala akses terhadap hal-hal publik begitu terbatas. Dari figur Maria kita melihat bahwa perempuan dengan iman dan keberanian maka dia menjadi individu yang memiliki daya untuk melakukan perubahan dan membawa perbaikan bagi kehidupan.

Jika anda bingung pada apa karya Allah saat ini maka ingatlah bahwa kita adalah Alter Christus atau menjadi Kristus yang lain. Sebuah tanggung jawab menjadi seorang Kristiani adalah menghadirkan Yesus, menghadirkan karya Allah di tengah masyarakat.

Dia, Maria, memelihara iman-nya dengan terus-menerus percaya. Memberikan kepercayaan dengan daya, bukan semata kepasrahan tanpa daya.

Begitupula kita, memelihara iman untuk terus-menerus dengan daya positif menciptakan perdamaian lintas iman. Sebuah relasi persaudaraan bukan hanya dengan sesama perempuan Kristiani, dalam gereja yang sama, lingkungan yang sama.

Sebaliknya, jadilah perempuan yang mewujudkan persaudaraan dengan mereka yang berbeda keyakinan, atau bahkan dengan mereka yang keyakinannya tidak diakui secara konstitusi oleh negara kita.

Maka gerakan See-Judge-Act yang hadir dalam lembaran Info Gembala KAJ sekiranya menjadi titik tolak sikap kaum Kristiani, dan pada khususnya para perempuan.

Teladanilah Maria, karena dia bisa menyaring informasi dengan baik seperti saat dia menerima kabar gembira dari Malaikat Gabriel. Dia tidak reaksioner terhadap begitu banyak provokasi yang menimpa putranya. Dia tidak ikut-ikutan menyebarluaskan kemarahannya dan melampiaskannya.

Teladanilah Maria, yang menyimpan segala sesuatu perkara dalam hatinya, tidak membenci apalagi bermusuhan dengan pihak-pihak yang menyakiti dia dan putranya. Sebaliknya, Maria tidak pernah berhenti dalam iman dan perjuangan mewujudkan karya nyata Allah.

Teladanilah Maria, seorang Ibu yang menjadi korban pelanggaran HAM karena putranya disalibkan. Namun, dia tetap setia mendampingi Sang Putra, memaafkan tetapi tidak berhenti melanjutkan karya Sang Putra.

Teladanilah Maria yang tidak memiliki kegentaran dalam iman. Sebab, iman tanpa keberanian bertindak adalah sia-sia.

Berbanggalah perempuan katolik yang mengaku 100% Katolik dan 100% Indonesia, karena kamu tidak hanya punya teladan RA. Kartini, tetapi juga Bunda Maria.

Mario Yosryandi Sara 
(Anggota Api Reinha Rosari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2018 MATA KATOLIK Designed by Templateism.com and Supported by PANDE

Diberdayakan oleh Blogger.
Published by Sahabat KRISTIANI