Mata Katolik
Popular Readers
-
Matakatolik.com -Sejumlah tokoh nasional yang menggeluti bidang agama dan perdamaian hadiri acara Forum Titik Temu, di Ritz Carlton Hotel...
-
M ATAKATOLIK, Jakarta - Yohanes Handojo Budhisedjati ditunjuk sebagai Ketua Umum Forum Masyarakat Indonesia Emas (FORMAS). Handojo diper...
-
Matakatolik.com -Untuk Abdul Somad: Saya Tak Butuh Ucapan Selamatmu, Dan Jangan Urusi Iman Agamaku Saya tak pernah mengurusi keyakinan...
-
MATAKATOLIK.COM, Jakarta - Paus Fransiskus, yang memiliki nama lahir Jorge Mario Bergoglio adalah pemimpin Gereja Katolik Roma saat ini. D...
-
Matakatolik.Com - Kementerian Komunikasi dan Informatika akan memulai penataan ulang ( refarming ) Pita Frekuensi Radio 2,3 GHz di 9 klast...
-
Jakarta, MATAKATOLIK.COM - Menteri Investasi Indonesia, Bahlil Lahadalia dikabarkan akan maju sebagai calon Ketua Umum Partai Golkar dala...
-
Ketua Umum Vox Point Indonesia, Yohanes Handojo Budhisedjati MATAKATOLIK.COM, Jakarta - Ormas Katolik Vox Point Indonesia ikut mendukung re...
-
MATAKATOLIK.COM, Jakarta - Kepolisian Republik Indonesia(Polri) akan menggerakkan 4.520 personel keamanan, guna untuk mengamankan, pemimpin...
Solusi Untuk Anda!
Adven, Harapan dan Tobat
Ket. Foto: Fr. Efendy Marut,OFM
Matakatolik.Com-Kita memasuki masa yang penting di dalam Gereja, yakni masa Adven. Adven (Adventus, bhs. Latin, yang berarti Kedatangan) merupakan suatu masa di mana kita diingatkan dan disadarkan akan kedatangan Sang Juru Selamat, yakni Yesus Kristus.
Kedatangan Yesus ke dunia mensyaratkan banyak hal bagi kita; harapan keselamatan, pengampunan, sukacita, syukur, dll.
Kini kita sedang dalam penantian itu. Kita menunggu Yesus yang akan datang.
Gereja menyediakan bagi kita suatu masa untuk merenungi penantian itu, merefleksikan makna di balik cara-cara kita menyambut Sang Juru Selamat dan memberikan kita kesempatan berharga untuk sejenak berdiam diri sembari bertanya; sudah siapkah kita menyambut Tuhan?
Di balik aneka pertanyaan yang barangkali di dalamnya termaktub kegelisahan, perasaan rendah diri, ketakutan, kecemasan dan sebagainya, kita toh masih diberi anugerah berupa harapan.
Ada kalanya kita merasa betapa rapuhnya kita di hadapan Tuhan dan juga sesama, oleh karena dosa keseharian berupa tutur dan laku jahat kita terhadap-Nya dan terhadap sesama.
Barangkali kita kerap kali putus asa lantaran didominasi oleh perasaan keberdosaan yang hebat, ketakutan akut pada Tuhan karena selama ini tidak memberi waktu dan tenaga untuk aneka pelayanan di Gereja, wilayah atau lingkungan kita. Atau kita acap kali merasa tidak berguna lantaran peliknya persoalan hidup, kesulitan ekonomi, kendala relasi, persaingan kerja dan sebagainya.
Tetapi, sebenarnya di saat itu pula kita dianugerahi kekuatan karena daya harapan yang meyakinkan bahwa Tuhan tidak mengabaikan umat-Nya yang berdosa dan yang sedang dililit persoalan.
Kalau kita sungguh menyadari diri sebagai pengikut Kristus, kita seharusnya kokoh dalam prinsip bahwa selalu ada harapan di balik kegelisahan manusia.
Daya harapan itu yang kemudian menjadikan kita kuat, tidak mudah ‘jatuh’, dan tidak rentan oleh pelbagai bujukan ‘duniawi’.
Pada Minggu Adven I, kepada kita penginjil Lukas mengisahkan bagaimana Yesus menasihati para Murid-Nya tentang tanda-tanda yang akan menimpa bumi dan bagaimana para murid mesti bersikap terhadapnya.
Yesus membuka kesadaran para murid-Nya untuk tidak lengah, tetapi berwaspada.
Dia mengatakan, ”Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia."
Pesan ini jelas tertuju kepada para murid-Nya. Yesus memberi sinyal sekaligus tuntutan untuk tidak tinggal diam di hadapan aneka kejutan yang akan dihadapi nanti.
Situasi para murid sangat dipahami Yesus sehingga nasihat ini sejatinya mengena dan relevan untuk mereka dengan aneka pengalaman hidup dan kondisi sosialnya kala itu.
Lantas, kemudian bagaimana pesan “berjaga-jaga” itu bernilai dan berdaya guna bagi kita saat ini. Khususnya pada momen Adven ini, sudahkah kita mengupayakan berbagai hal positif yang mencirikan kita seorang yang tengah “berjaga-jaga” menyambut kedatangan Yesus?
Adakah kita sudah, sedang dan akan berupaya menyiapkan diri secara khusus dalam menyongsong kedatangan-Nya?
Tobat: Memilih Tuhan dan Merelakan ‘yang lain’ Pergi
Inilah momen berharga untuk menimbang-nimbang perihal cara hidup kita selama ini; apakah sudah layak di hadapan Tuhan, lantas berbuah baik dalam relasi dengan sesama? Perlu kita sadari bahwa masa Adven merupakan suatu kesempatan untuk bertobat.
Kini kita sedang dalam proses pertobatan itu, yang sebenarnya selalu kita upayakan setiap saat.
Tapi, baiklah jika pada kesempatan ini kita merenungkannya kembali sembari mencari cara dan bentuknya dalam pengalaman konkret kita sehari-hari.
Jika selama ini kita terlanjur dikuasai oleh kecenderungan berbuat dosa dan kesalahan dalam beragam cara dan bentuk, marilah kita mengakuinya secara jujur di hadapan Tuhan.
Bukankah pertobatan itu adalah suatu pilihan untuk ‘berbalik’ kepada Tuhan.
Kita diajak untuk berbalik setelah sekian lama kita menyukai jalur-jalur lain yang menyesatkan; kesombongan, kemalasan, sikap apatis, konsumeristis, menyebar ujaran-ujaran kebencian, gossip dan sebagainya.
Pertobatan juga adalah pilihan mendasar untuk lebih memilih Tuhan dari pada yang lain.
Di hadapan aneka tawaran dunia saat ini-dengan perkembangannya di bidang teknologi informasi dan komunikasi-kita sesungguhnya ditantang untuk menegaskan makna pertobatan.
Bahwa jika kita punya niat untuk bertobat, apa sikap yang seharusnya kita tunjukkan. Dan masa Adven menginspirasi sekaligus mendorong kita untuk bertobat, yaitu berani memilih Tuhan, dan pada saat yang sama, merelakan ‘yang lain’ pergi.
Kita menerima Tuhan dengan komitmen yang besar dan mengatakan ‘tidak’ pada aneka tawaran duniawi, yang tampaknya nikmat tapi ternyata semu.
Pertobatan yang sejati sebenarnya adalah penyangkalan diri, di mana kita mau merela-pergikan dan menolak semua hal yang nikmat semata, demi menjumpai Tuhan dalam rupa doa, meditasi, adorasi, pendalaman iman, sharing Kitab Suci dan berbagai aktivitas rohani lainnya.
Bersikap acuh terhadap sarana-sarana rohaniah seperti ini merupakan kesombongan yang tentu saja bertolak-belakang dengan upaya pertobatan.
Fr. Efendy Marut, OFM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar