Mata Katolik
Popular Readers
-
Matakatolik.com -Sejumlah tokoh nasional yang menggeluti bidang agama dan perdamaian hadiri acara Forum Titik Temu, di Ritz Carlton Hotel...
-
M ATAKATOLIK, Jakarta - Yohanes Handojo Budhisedjati ditunjuk sebagai Ketua Umum Forum Masyarakat Indonesia Emas (FORMAS). Handojo diper...
-
Matakatolik.com -Untuk Abdul Somad: Saya Tak Butuh Ucapan Selamatmu, Dan Jangan Urusi Iman Agamaku Saya tak pernah mengurusi keyakinan...
-
MATAKATOLIK.COM, Jakarta - Paus Fransiskus, yang memiliki nama lahir Jorge Mario Bergoglio adalah pemimpin Gereja Katolik Roma saat ini. D...
-
Matakatolik.Com - Kementerian Komunikasi dan Informatika akan memulai penataan ulang ( refarming ) Pita Frekuensi Radio 2,3 GHz di 9 klast...
-
Jakarta, MATAKATOLIK.COM - Menteri Investasi Indonesia, Bahlil Lahadalia dikabarkan akan maju sebagai calon Ketua Umum Partai Golkar dala...
-
Ketua Umum Vox Point Indonesia, Yohanes Handojo Budhisedjati MATAKATOLIK.COM, Jakarta - Ormas Katolik Vox Point Indonesia ikut mendukung re...
-
MATAKATOLIK.COM, Jakarta - Kepolisian Republik Indonesia(Polri) akan menggerakkan 4.520 personel keamanan, guna untuk mengamankan, pemimpin...
Solusi Untuk Anda!
Harga Nyawa Manusia di NTT, Rendah di Mata Penegak Hukum
Matakatolik.Com-Penaganan kasus kematian Mahasiswa Filsafat Unwira Kupang, asal Bajawa Carolina A Sowo atau biasa disapa Charly oleh Polsesk Kelapa Lima Kupang, NTT hingga saat ini belum menunjukan titik terang, meski sudah dua minggu penyelidikan Polisi sudah berjalan. Charly ditemukan tak bernyawa secara mengenaskan di Pantai Oesapa, Kupang, NTT pada tanggal 24 Juli 2018. Masyarakat dan keluarga korban mulai menyangsikan atau skeptis terhadap kesungguhan dan profesionalisme Polisi di NTT ketika menghadapi penyelidikan kasus-kasus kematian karena pembunuhan, karena dalam banyak kasus pembunuhan Polisi NTT sering gagal mengungkap pelaku dan sebab-sebab kematian korban.
Sejumlah kasus kematian akibat kejahatan pembunuhan yang tidak tuntas diungkap Polisi, menurut catatan masyarakat NTT, sering diakibatkan oleh sangat lamban bahkan kurang tanggapnya aparat polisi bekerja. Akibatnya banyak kasus kematian karena kejahatan pembunuhan tidak berhasil diungkap sebab-sebab kematian apalagi menemukan pelakunya. Padahal Polri NTT sudah naik status ke type A memiliki perwira dan prajurit Polri yang berkualitas, ditunjang dengan peralatan yang canggih serta anggaran belanja yang sangat besar, namun sayanganya belum diimbangi dengan pelayanan keadilan yang memadai, masyarakat masih kurang mendapatkan pelayanan dengan baik dan maksimal, bahkan terkesan kepentingan rakyat diabaikan, hingga masyarakat bosan dan melupakan peristiwanya.
Kematian alm. Romo Faustin di Ngada, Flores NTT tahun 2009 akibat pembunuhan berencana, oleh Polres Ngada saat itu langsung meminta Dokter membuat keterangan mati wajar dan dikubur begitu saja meski Keluarga dan pihak Gereja memprotes karena tanpa dilakukan autopsi sebagai bagian dari proses hukum (meski kemudian diungkap setelah masyarakat dan Gereja melakukan gerakan advokasi secara besar-besaran), barulah aparat Polri bekerja serius dan berhasil menemukan pelaku dan sebab kematian Romo Faustin.
Penanganan kasus kematian Romo Faustin dan kasus-kasus lain seperti kasus kematian alm. Ferdinandus Tarok di Carot Manggarai, Poro Duka di Sumba Barat, bahkan sekarang kasus kematian Charly, yang penanganan berlarut-larut dari hari ke hari, bulan ke bulan hingga tidak tertangani dengan cepat dan profesional, memberi kesan buruk seolah-olah Polisi memberi peluang kepada pelaku untuk lari dari proses hukum, hingga berujung dengan tidak terungkapnya pelaku dan sebab-sebab kematian. Oleh karena itu kasus kematian Charly, Masiswi Filsafat asal Ngada di Kupang, harus dikontrol dan diadvokasi terus menerus sebagai bagian dari peran partisipasi aktif masyarakat agar menjadi prioritas bagi Polda NTT.
Polisi NTT harus segera memastikan sekaligus menunjukan tangungjawabnya sebagai Institusi Negara yang wajib melindungi segenap Warga Masyarakat tidak terkecuali warga Masyarakat kecil. Jangan biarkan NTT menjadi "The Killing Fields" atau "Ladang Pembantaian" nyawa manusia. Kasus Ferdinandus Taruk (24), pria warga Sondeng, Kelurahan Karot, Ruteng, kasus penembakan Poro Duka di Sumba Barat sejak April 2018 hingga sekarang belum jelas siapa pelakunya merupakan potret buram jeleknya kinerja Polisi di NTT yang terkenal lamban, kurang profesional atau karena sebab lain akibat intervensi kekuatan tertentu membuat Polisi jadi tumpul dan belum mau berpihak kepada rasa keadilan publik.
Polisi seharusnya memberikan prioritas tinggi berupa jaminan pelayanan keadilan bagi seluruh warga masyarakat secara merata, dimana peristiwa kematian karena kejahatan pembunuhan sulit atau dibuat sulit untuk diungkap hanya karena korban dan keluarganya orang miskin dan buta hukum. Jika saja Polri tidak berubah dalam soal pelayanan keadilan, maka hal ini akan berpotensi menurukan kepercayaan Masyarakat terhadap Institusi Polri.
Jika kemudian Polri gagal menemukan dan memangkap pelakunya, maka NTT akan dikenal aebagai "The Killing Fields" atau ladang pembataian, tanpa ada yang bertanggung jawab, hukum seolah-olah mati dan nyawa majusia NTT seperti tidak berharga di mata penegak hukum.
PETRUS SELESTINUS
KOORDINATOR TPDI & ADBVOKAT PERADI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar