Headline News

Ancaman Kemajemukan Kembali Terjadi di Yogyakarta


Keterangan Foto : Tampak depan gedung Gereja Katolik Santo Paulus Pringgolayan, Bantul, Yogyakarta. Foto dari website gerejapringgolayan.com

Matakatolik.com - Ancaman serius terhadap kemajemukan bangsa Indonesia kembali terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Seperti yang dilansir dari CNNindonesia.com, Selasa (30/1), disebutkan, sekelompok orang yang mengatasnamakan Ormas Front Jihad Islam, membatalkan acara Bakti Sosial Gereja Katolik St. Paulus Pringgolayan, Banguntapan, Bantul, DIY, Minggu (28/1/2018).

Sekelompok orang tersebut berdalil bahwa kegiatan tersebut dapat mengganggu kerukunan antar umat beragama. Namun, alasan tersebut tak bisa dijelaskan dengan bukti yang valid.

Vox Point (Populi Institut) Indonesia dalam konferensi pers yang digelar di Senayan Plaza, Jakarta, Rabu (31/1), menyesalkan dan mengecam aksi tersebut.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Vox Point Indonesia Yohanes Handojo Budhisedjati menilai aksi spontan para pelaku merupakan ancaman serius bagi kemajemukan Indonesia.

Vox Point Indonesia, juga menilai pembatalan itu telah merusak dan mencederai nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara yang selama ini telah terjalin dengan  baik.

"Kami meminta pemerintah, khususnya Bupati dan Kapolres Bantul untuk menindak tegas para pelaku termasuk aktor intelektual dibalik aksi pembatalan bakti sosial ini," kata Handojo Budhisedjati.

Menurut Handojo, dalil yang dijelaskan oleh sekelompok orang tersebut tidak bisa dibenarkan. Sebab, lanjut dia, mereka (pelaku) tidak bisa membuktikan dengan data yang jelas, sehingga ia mengganggap aksi pembatalan tersebut merupakan perbuatan yang mengada-ada.

Vox Point Indonesia, juga meminta polri dan aparat penegak hukum lainnya untuk segera bertindak cepat dan tegas menyelesaikan masalah ini.

Sebab, kata Handojo, tindakan ini juga merupakan sebuah perilaku menyimpang dari nilai kerukunan hidup beragama. "Perbuatan ini mengganggu dan menghalangi kebebasan orang untuk saling berbagi, mengasihi dan menerima antara sesama anak bangsa," ujar Handojo

Menurut dia, kendati persoalan ini sudah diselesaikan melalui mediasi, namun, jika tak bisa diselesaikan secara hukum, dikhawatirkan bisa terulang lagi.

"Persoalan seperti ini sudah sering terjadi. Penyelesaiannya juga hanya mediasi. Ini tak akan menyelesaikan persoalan. Maka, persoalan ini harus diselesaikan secara hukum," katanya berharap.

Ia menegaskan, Kepolisian Resort Bantul adalah aparatur negara terdepan yang harus bertanggung jawab.

“Polisi bukan hanya membiarkan aksi kelompok yang tak bisa dipertanggung jawabkan, akan tetapi juga aktif dan memprakarsai untuk menyelesaikan secara hukum jika persoalan ini dipandang merugikan kehidupan masyarakat,” tegasnya.

Ia menilai, cara kerja polisi dalam menangani kasus-kasus semacam ini kurang profesional, dimana polisi selalu memaksa kelompok minoritas yang menjadi korban yang justru harus mengikuti kehendak kelompok tertentu.

“Untuk bapak Kapolri Jenderal Tito Karnavian kami minta  untuk mengevaluasi Kapolres Bantul melalui Kapolda DIY yang dalam hal ini gagal melindungi warga negara,” katanya.

Padahal, kata Handojo, kegiatan ini merupakan sebuah upaya yang mesti didukung untuk mempererat tali persaudaraan kita sebagai warga negara Republik Indonesia yang berbeda-beda tapi tetap satu dalam bingkai NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika.

“Jika tidak ada penindakan terhadap kelompok ini, maka aksi-aksi serupa akan menyebar lebih luas di banyak tempat,” tegas Handojo yang didampingi salah satu Dewan Penasehat DPN Vox Point Indonesia F. X. Budhi  Hendarto, Wakil Ketua Umum DPN Vox Point Indonesia Haposan Paulus Batubara, Susan Binsasi Sarumaha dan Bendahara Umum DPN Vox Point Indonesia Yacobus Bouk.

Menurut Handojo, pengutamaan terhadap kelompok tertentu dengan tidak memberikan tindakan hukum adalah kesalahan serius Polri yang justru akan mengukuhkan anarkisme di ruang publik dan memperkuat daya rusak kelompok ini pada kemajemukan Indonesia.

Selain itu Vox Point Indonesia juga meminta Gubernur DIY Sultan Hamengkubuwono X untuk dapat membantu menyelesaikan persoalan ini dengan cara bijak, sehingga kemajemukan di bumi Indonesia tak teretak.

"Kami meminta Sultan sebagai Gubernur DIY dapat memfasilitasi para pihak sehingga peristiwa itu tidak menimbulkan luka bagi segenap anak bangsa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar Handojo.

Ia juga meminta Bupati Bantul, H. Suharsono, untuk segera melakukan evaluasi komprehensif atas peristiwa ini dan mengambil kebijakan kondusif bagi kemajemukan di Kota Bantul khususnya dan Daerah Istimewa Yogyakarta pada umumnya.

Ketua Umum Vox Point Indonesia juga  menugaskan Wakil Ketua Umum Vox Point Indonesia, Haposan Paulus Batubara, untuk bertemu Bupati Bantul, H. Suharsono.

"Kami secara khusus menugaskan Pak Haposan (Haposan Paulus Batubara)  bertemu Bupati Bantul untuk mencarikan solusi dari persoalan ini," pungkas Handojo.

Ervan Tou - Matakatolik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2018 MATA KATOLIK Designed by Templateism.com and Supported by PANDE

Diberdayakan oleh Blogger.
Published by Sahabat KRISTIANI