Mata Katolik
Popular Readers
-
Matakatolik.com -Sejumlah tokoh nasional yang menggeluti bidang agama dan perdamaian hadiri acara Forum Titik Temu, di Ritz Carlton Hotel...
-
M ATAKATOLIK, Jakarta - Yohanes Handojo Budhisedjati ditunjuk sebagai Ketua Umum Forum Masyarakat Indonesia Emas (FORMAS). Handojo diper...
-
Matakatolik.com -Untuk Abdul Somad: Saya Tak Butuh Ucapan Selamatmu, Dan Jangan Urusi Iman Agamaku Saya tak pernah mengurusi keyakinan...
-
MATAKATOLIK.COM, Jakarta - Paus Fransiskus, yang memiliki nama lahir Jorge Mario Bergoglio adalah pemimpin Gereja Katolik Roma saat ini. D...
-
Jakarta, MATAKATOLIK.COM - Menteri Investasi Indonesia, Bahlil Lahadalia dikabarkan akan maju sebagai calon Ketua Umum Partai Golkar dala...
-
Matakatolik.Com - Kementerian Komunikasi dan Informatika akan memulai penataan ulang ( refarming ) Pita Frekuensi Radio 2,3 GHz di 9 klast...
-
Ketua Umum Vox Point Indonesia, Yohanes Handojo Budhisedjati MATAKATOLIK.COM, Jakarta - Ormas Katolik Vox Point Indonesia ikut mendukung re...
-
MATAKATOLIK.COM, Jakarta - Kepolisian Republik Indonesia(Polri) akan menggerakkan 4.520 personel keamanan, guna untuk mengamankan, pemimpin...
Solusi Untuk Anda!
Solidaritas Pangan Di Tengah Perubahan Iklim,Wujud Nyata Kerahiman Allah
Matakatolik.com- Dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS) pada, 16/10/2016 mendatang, Keuskupan Agun Jakarta (KAJ) terus melakukan kampanye untuk solidaritas pangan. Renungan Bapa Uskup Mgr. Ignatius Suharyo, berikut ini, dibaca dalam perayaan ekaristi, pada Minggu, 25/09/2016, di seluruh paroki se-KAJ. Minggu Biasa XXVI: Am 6:1a,4-7 ; Mzm 146; 1 Tim 6:11-16; Luk 16:19-31.
Sebentar lagi kita memasuki bukan Oktober, selain memperingati bulan Rosario, pada bulan Oktober kita diajak untuk meperingati Hari Pangan Sedunia (HPS), tepatnya pada tanggal 16/10/2016. Dalam rangka itu, selama bulan Oktober ini kita diajak untuk membangun kesadaran dan melakukan gerakan solidaritas pangan untuk sesama kita yang membutuhkan.
Gereja Katolik ikut memperingati Hari Pangan Sedunia karena Gereja ingin terlibat dalam kecemasan dan keprihatinan dunia. Sehubungan dengan peringatan itu , mari kita merenungkan beberapa hal.
Pada tahun 2013 Paus Fransiskus menulis Ensiklik berjudul Laudato Si’, yang berbicara tentang perlunya merawat bumi sebagai rumah kita bersama. Bapa Suci ingin menyampaikan keprihatinanya mengenai bumi dan alam ciptaan yang makin rusak sehingga tidak mencukupi kebutuhan pangan dunia.
Banyak berita menampilkan dampak buruk pemanasan global, misalnya dari hari ke hari lapisan es di kutup utara mencair dengan kecepatan yang sangat luar biasa. Sekitar 90 kilometer persegi atau hampir dua kali luas Jakarta Pusat setiap harinya. Permukaan air laut makin naik 4,4 milimeter per tahunnya. Glombang pasang semakin besar. Kehidupan di pulau-pulau kecil terancam. Terjadi pula perubahan iklim di mana-mana. Akhir-akhir ini, kita mengalami hujan datang pada musim yang tidak seharusnya.
Jatuhnya hujan dan datangnya panas yang tidak teratur paling berdampak bagi para petani dan nelayan. Musim sangat menentukan berhasil tidaknya kerja mereka. Bagi petani, ketidak teraturan musim mengganggu pola tanam, dan sekaligus mengganggu panennya. Bagi nelayan, ketidakteraturan musim membuat ketidakpastian keamanan melaut akibat gelombang. Memanasnya suhu air laut menyebabkan semakin langkanya persediaan makanan ikan, sehingga ikan-ikan berpindah ke tempat lain.
Iklim yang tidak teratur ini tidak terjadi secara alamiah. Perubahan itu dipengaruhi oleh sikap dan perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, antara lain berupa perusakan hutan, pembakaran lahan, pertumbuhan industri yang tidak diperhatikan analisa dampak lingkungan, pemakaian bahan bakar fosil yang tidak terkendali.
Kecerobohan dalam memanfaatkan sumber daya manusia alam juga langsung berdampak pada orang miskin. Misalnya, menipisnya jumlah ikan akan merugikan nelayan kecil yang tak punya sarana untuk menggantikan sumber daya yang mereka miliki selama ini. Pencemaran air berdampak pada saudara-saudara kita yang tidak dapat membeli air bersih, dan naiknya permukaan laut terutama berakibat bagi masyarakat pesisir miskin yang tidak punya tempat lain untuk tinggal.
Bumi adalah rumah kita bersama. Dengan menjaganya, bumi akan menjamin pangan kita. Perubahan iklim dengan segala dampak negatifnya yang sekarang ini terjadi seharusnya mengingatkan kita agar kita bersikap adil. Salah satu prinsip keadilan adalah berlaku seimbang. Dalam usaha meneguhkan pentingnya keseimbangan dalam bertindak dan bersikap, kita mendapatkan inspirasi dari bacaan Kitab Suci yang kita dengarkan hari ini. Amos mengritik cara hidup masyarakat agama pada zamannya: mereka merasa nyaman bila sudah melakukan ritual keagamaan, sementara mereka tidak peduli terhadap keadaan sekitar dan membiarkan ketidakadilan terjadi (Am 6:1a,-7). Kisah mengenai Lazarus juga dapat kita baca dengan kacamata keseimbangan ini. Seharusnya orang kaya yang diceritakan dalam kisah ini bersikap adil, hidup seimbangan dengan makan secukupnya dan berbagi makanan dengan lazarus Luk 16:19-31).
Apa yang kita bisa buat? Lembaga pangan sedunia (FAO, food and agriculture organization) berharab bahwa setiap lembaga, organisasi dan perseorangan turut serta dalam gerakan mencegah akibat-akibat perubahan iklim seturut kemampuannya. Pemerintah diharapkan memberi perhatian terhadap upaya meningkatkan hasil-hasil pertanian untuk menyokong pemerataan kebutuhan pangan. Agar laju kerusakan lingkungan diperlambat, pemerintah diminta bersikap tegas terhadap pelaku industri yang merusak lingkungan hidup.
Kita pun dapat ikut serta mengurangi penyebab dan dampak pengurangan iklim: mengurangi emisi korban dengan mengurangi penggunaan kendaraan peribadi, ikut dalam gerakan ‘’silih ekologis’’ (menyisihkan uang untuk mengganti emisi korban akibat perjalanan yang di lakukan, khususnya perjalanan dengan pesawat terbang, dan memanfaatkan uang itu untuk memelihara bumi), mengurangi penggunaan kertas yang di buat dari pohon, menghemat pemakaian listrik dengan mematikan lampu jika tidak digunakan, mengurangi penggunaan pelastik kantong belanja dengan membawa tas atau kantong belanja sendiri, memilah-milah sampah dan menaruh sampah di tempat yang sudah disediakan. Tentu, masih ada banyak tindakan-tindakan praktis lain yang perlu kita pikirkan agar kelestarian lingkungan tetap terjaga.
Di dalam keluarga atau komunitas gerakan solidaritas perlu ditanamkan dan dikembangkan misalnya dengan cara makan secukupnya, tidak menyisakan atau membuang makanan. Masih terngiang di telinga kita pernyataan Bapa Paus Fransiskus bahwa membuang makanan sama saja artinya merampok makanan itu dari orang miskin. Berbagai usaha kecil yang sudah ada dan dapat terus dikembangkan dapat kita hayati sebagai wujud upaya kita mewartakan kerahiman Allah. Sambil mengenang peristiwa-pristiwa Rosario, bersama Bunda Maria, kita memohon agar belarasa kita terhadap sesama ditumbuhkan; agar sikap bersahabat dengan bumi di kuatkan; agar hati kita terus terusik untuk menjaga dan merawat lingkungan sekitar dari pencemaran dan kerusakan. Lingkungan adalah pinjaman yang di terima setiap generasi dan harus di teruskan kepada generasi seterusnya.
Akhirnya, bersama-sama dengan para imam, diakon dan semua pelayan umat, saya mengucapkan terimakasih kepada ibu , bapak , suster , bruder , adik-adik kaum muda , remaja dan anak-anak semua yang dengan satu dan lain cara ikut terlibat dalam karya perutusan Gereja Keuskupan Agung Jakarta. Melalui gerakan Hari Pangan Sedunia, kita di utus untuk berbagi kebaikan kepada sesama umat dan masyarakat luas, sambil menimba kekuatan dari teladan Bunda Maria, kita berharap bahwa gerakan belarasa tetap terlanjut dan menjadi jati diri umat di Keuskupan Agung Jakarta yang kita cintai ini. Salam dan berkat Tuhan untuk anda semua, keluarga dan komunitas anda.
Tim Redaksi - Matakatolik
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar